Kebanyakan perusahaan baru dan UMKM tidak patuh dalam mengikuti peraturan sehingga mereka lebih susah untuk mendapatkan pinjaman dari bank. Namun, hal itu terjadi bukan karena unsur kesengajaan, melainkan mereka mau tidak mau harus melakukan perilaku imoral untuk dapat bertahan.
Pemasukan yang mereka dapatkan tidak cukup untuk mereka mengikuti semua peraturan yang tertera. Fenomena ini terlihat seperti kurva berbentuk bel.
Hal itu diungkapkan dosen tamu di kelas Pengantar Bisnis Internasional di SBM ITB, Christian Van Schoote. Dia merupakan seorang profesional di bidang e-commerce, retail, dan investasi. Shristian menjelaskan tentang etika dan moralitas dalam menjalani sebuah bisnis berdasarkan pengalamannya bekerja di berbagai macam perusahaan.
Christian melanjutkan, di perusahaan besar pun, perilaku imoral terjadi. Di perusahaan tempat dia bekerja dahulu, Christian mengamati beberapa perilaku imoral. Dalam opininya, pekerja di dalam sebuah perusahaan besar hanya memperdulikan bagian dari pekerjaan mereka, dan tidak terlalu memikirkan kesejahteraan perusahaan dalam keseluruhan. Pemikiran seperti ini dapat berujung ke masalah finansial, terutama ketika berhubungan dengan pembayaran pajak.
Ketika salah satu mahasiswa bertanya mengenai kondisi bisnis-bisnis di Indonesia dengan menghubungkan era kolonialisme Belanda sebelum kemerdekaan, Christian menjawab bahwa kolonialisme Belanda tidak terlalu mempunyai dampak terhadap kondisi bisnis di Indonesia, karena ia merasa bahwa pemimpin-pemimpin negara seperti Soekarno, Hatta, dan Ki Hajar Dewantara, telah menciptakan banyak dasar-dasar dari negara dan telah berhasil memimpin Indonesia menuju kejayaan setelah kemerdekaan, suatu hal yang tidak dapat diimplementasikan di negara-negara post-kolonialisme lainnya.
Namun, dalam opininya, saat rezim Soeharto, kondisi etis bisnis di Indonesia menurun, dimana Soeharto menciptakan suatu kesultanan, yang setiap bisnis harus melapor kembali kepada dirinya. Konglongmerat-konglomerat yang menguasai ekonomi pada zamannya, masih berjaya sampai saat ini.
Hal ini membuat perusahaan besar untuk memonopoli industri mereka, memaksa perusahaan yang lebih kecil keluar dari pasar. Sebagai contoh di industri kesehatan, Indonesia tercatat mempunyai biaya paling mahal untuk obat-obatan dasar, karena para pembeli tidak ada diberikan perlindungan. Produksi obat-obatan di Indonesia di kontrol oleh perusahaan besar, dimana 2/3 merupakan BUMN.
Pemerintah memberikan proteksi dan undang-undang terhadap pihak asing, namun pada kenyataannya, mereka melindungi perusahaan BUMN dari konflik internal, yang biasanya mempunyai dampak yang buruk kepada masyarakat dan konsumen, karena harga produk akan naik berlipat ganda.