Pajak memegang peranan penting dalam pembangunan. Sebesar 83% pendapatan nasional berasal dari pajak dan pajak orang pribadi merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi besar. Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui cara menghitung dan mengelola pajaknya, terutama pajak orang pribadi.
Isu ini menjadi bahasan dalam kelas financial planning di sesi kuliah tamu, dimana SBM ITB mengundang konsultan pajak, Wirna Suilestari MBA untuk mengedukasi mahasiswa tentang pajak orang pribadi atau personal tax. Pada kuliah yang bertajuk “Kewajiban Perpajakan orang Pribadi”, Wirna memaparkan tentang pajak orang pribadi dan cara menghitungnya.
Pajak orang pribadi mengacu pada pengenaan pajak pada subjek pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Wirna menegaskan, masyarakat yang sudah menghasilkan pendapatan harus membayar pajak.
Namun, tidak semua orang perlu membayar pajak pribadi. Menurut Wirna, berdasarkan undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP) tahun 2021, hanya masyarakat yang berpenghasilan di atas Rp 54.000.000 per tahun yang harus membayar pajak. “Tidak perlu membayar pajak jika penghasilan masih di bawah 54 juta per tahun,” imbuh Wirna, Selasa (11/2/2021).
Untuk menghitung berapa pajak yang harus kita bayar, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung pendapatan kotor atau bruto. Wirna mengungkapkan, pendapatan kotor adalah total pendapatan yang kita peroleh dari kegiatan usaha atau non-usaha, seperti gaji kita sebagai dosen, pengacara, atau dokter dan penghasilan kita dari bisnis yang dijalankan.
Wirna mencontohkan, jika Anda memiliki gaji sebagai karyawan di sebuah perusahaan dan anda berpenghasilan sekitar Rp. 1.000.000.000 per tahun dan sementara Anda juga bekerja sebagai konsultan lepas dengan pendapatan total pendapatan tahunan Rp 100.000.000, yang berarti Anda memiliki pendapatan kotor atau bruto sebesar Rp 1.100.000. Setelah menghitung penghasilan bruto, langkah selanjutnya adalah menghitung laba bersih dan mengurangi penghasilan tidak kena pajak.
Terakhir, setelah mengetahui berapa penghasilan kena pajak, maka akan dipotong dengan tarif pajak yang diatur dalam undang-undang. “Untuk tarif pajak ada lapisannya, semakin besar penghasilan maka semakin besar pula pajak yang dibayarkan,” ungkap Wirna.
Dalam paparannya, Wirna juga menunjukkan kepada para mahasiswa cara mendaftarkan diri untuk mendapatkan nomor pajak atau NPWP melalui website yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Melalui kuliah tamu ini, Wirna berharap mahasiswa agar taat membayar pajak tepat waktu. “Apabila terlambat, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga,” jelas Wirna.
Kontributor: Deo Fernando, Kewirausahaan 2021