Pandemi Covid-19 yang melanda dunia selama hampir dua tahun ke belakang memiliki dampak yang besar bagi bisnis, termasuk di industri kebugaran. Dengan pembatasan sosial dan penerapan protokol kesehatan yang ketat, banyak bisnis di industri ini mengalami hambatan bahkan kemunduran dalam pengembangan bisnisnya. Untuk membahas masalah ini, SBM ITB berkolaborasi bersama SF ITB mengadakan sesi focus group discussion dengan mengundang praktisi serta pakar yang telah berpengalaman industri kebugaran.
Ridwan Purnama, CEO dari Bandung International Swimming School dan Akhwat Gym, mengakui bahwa pandemi ini adalah rintangan yang cukup sulit terutama bagi industri kebugaran. Namun, Ridwan menganggap pandemi sebagai kesempatan bereksperimen mengembangkan bisnisnya.
“Bagi saya, tergantung pola pikir kita, mau menganggap pandemi musibah atau sarana untuk bersyukur? Saya tidak menunggu peraturan dilonggarkan, tapi jalan pelan-pelan. Saya kerjakan apa yg bisa dikerjakan. Jangan menunggu nanti,” ujarnya.
Meski pada awal pandemi gym dan sekolah renang Ridwan harus berhenti beroperasi karena pembatasan sosial, Ridwan tetap membangun hubungan dengan konsumen melalui acara webinar yang rutin diselenggarakan dua hingga tiga kali seminggu untuk berbagi ilmu dan meningkatkan semangat masyarakat dalam berolahraga. Dengan demikian, ketika pembatasan sosial mulai dilonggarkan, bisnisnya mendapat pertumbuhan yang signifikan.
Founder Raga Indonesia, Luthy Yurica, membahas peluang bisnis jasa kebugaran dalam konteks keterkaitannya dengan data. Menurut Luthy, ketertarikan masyarakat terhadap industri jasa kebugaran olahraga meningkat selama pandemi karena semakin banyak edukasi tentang pentingnya olahraga dari pelatih maupun dokter di internet. Selain itu, kondisi bekerja dari rumah juga mendukung masyarakat untuk kembali aktif olahraga untuk menjaga kesehatan. Maka dari itu, sangat penting untuk bisa memanfaatkan peluang ini dengan analisa dan perencanaan yang tepat.
“Lihat dulu, apa yang disukai masyarakat, apa kebutuhannya, dan tentukan targetnya. Potensi meningkatkan industri kebugaran itu besar, banyak yang bisa dikembangkan,” ucap Luthy.
Luthy juga mendorong kolaborasi sesama pelaku industri kebugaran. Dulu 2014, belum banyak bisnis kebugaran, tetapi sekarang makin banyak sehingga bisa kolaborasi. Jangan terlalu fokus berkompetisi, jangan terlalu “cepat panas”.
Raden Aswin Rahadi menambahkan topik baru ke dalam diskusi, yaitu mengenai business financial health. Aswin menyoroti permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam keuangan bisnis umkm, seperti batas antara keuangan pribadi pemilik dan bisnis yang kurang jelas.
Menurut Aswin, ada tiga aspek yang harus dipenuhi agar suatu perusahaan bisa dikatakan sehat secara finansial, yaitu Manage, dimana perusahaan dapat memenuhi obligasi keuangan secara baik; Plan, yaitu perusahaan memiliki rencana untuk resiko-resiko bisnis; dan Capital, yaitu perusahaan memiliki cadangan keuangan yang cukup. Aswin juga mengadakan sesi interaktif bersama peserta untuk melihat financial health scores dari bisnis masing-masing.
Secara umum, gampang untuk bicara tentang keuangan pribadi maupun keluarga. Tetapi di bisnis. ada hal-hal yang harus didetailkan, seperti hutang, pinjaman, dan lain-lain. Dengan adanya score card, Aswin mencoba memperkenalkan pentingnya melakukan financial check, dimana posisi keuangan perusahaan kita. Apakah sudah bagus, apakah sehat, juga memetakan mana kekuatan kita dan mana yang harus diperbaiki.