SBM ITB mengundang seorang psikolog Sukmayanti Ranadireksa, M.Psi dalam kuliah tamu, untuk berbagi tentang etika bisnis. Selain menjelaskan materi, CEO Prakarsa Daya Motekar yang sering disapa Anti ini juga mengevaluasi busana bisnis beberapa mahasiswa dan memberikan masukan apa yang harus diperbaiki.
Anti memulai sesi dengan menampilkan gambar beberapa orang, kemudian menanyakan kesan siswa terhadap orang tersebut. Penilaian yang diberikan siswa, menurut Anti, terjadi karena kita cenderung menilai orang lain, baik secara sadar maupun tidak, sebagai bagian sifat alami manusia. Anti juga menekankan bahwa penghakiman akan terjadi dua arah ketika kita bertemu orang. Jadi, kita tidak perlu takut dinilai, juga tidak boleh dianggap pribadi.
“Ada pepatah yang mengatakan, ‘jangan menilai buku dari sampulnya’ dan saya sangat setuju. Namun, apa yang baru saja Anda lakukan adalah menilai orang-orang di foto berdasarkan sampulnya. Pada bidang yang mengharuskan kita bertemu dengan orang-orang penting seperti investor, cover menjadi sangat penting. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan cara kita berpakaian,” kata Anti.
Namun, Anti juga memberikan nasehat kepada para mahasiswa agar tidak terlalu terpaku pada penampilan luar. “Jangan sibuk-sibuk menginginkan untuk memiliki kesan pertama yang sempurna. Fokus saja menjadikan orang yang baik dan profesional, nanti orang akan melihat kita seperti itu bahkan tanpa melakukan apa-apa,” ujar Anti.
Dia juga mengoreksi miskonsepsi yang sering didapat orang tentang tata krama, seperti mengekang, pencitraan, membuang-buang waktu, atau bahkan palsu. Etika pada hakikatnya adalah ketentuan tata krama yang digunakan manusia untuk berinteraksi dan bergaul dan berakar pada kebaikan dan saling menghargai. Anti membahas kode berpakaian sebagai contoh.
“Ada banyak orang merasa keberatan dengan dress code. Jika tidak ada dress code dalam sebuah acara, akan ada berbagai macam pakaian: batik, kemeja, jas. Orang yang memakai jas akan seolah lebih bermartabat daripada yang lain. Karena itu, untuk membuat kesetaraan sehingga semua orang berdiri pada pijakan yang sama, aturan berpakaian digunakan,” jelas Anti.