Di dunia yang selalu berubah ini, selalu ada ketidakpastian yang dapat menjadi ancaman, terutama bagi bisnis. Ancaman-ancaman tersebut, yang lebih dikenal dengan risiko, sangat penting untuk dimitigasi agar dampaknya dapat diminimalisasi. Untuk memahami hal ini lebih mendalam, SBM ITB mengundang Arief Karna Miharja, S.Si., MSM, praktisi manajemen risiko di perusahaan manajemen investasi, sebagai dosen tamu mata kuliah Analisis Risiko Bisnis MK3101 pada Jumat (28/1/2022).
Dalam sesi tersebut, Arief membahas banyak hal terkait Manajemen Risiko dalam Bisnis, mulai dari definisi risiko dan manajemen risiko, hingga manajemen risiko perusahaan (ERM) dan bagaimana penerapannya di perusahaan rintisan (startup). Menurut Arief, risiko berkaitan dengan sesuatu yang belum terjadi, tetapi mungkin terjadi di masa depan. Risiko juga akan berdampak pada situasi bisnis di masa depan, terutama terkait dengan tujuan strategis perusahaan.
“Biasanya kita menganggap istilah ‘risiko’ secara negatif, dan menganggapnya sebagai hal yang tidak terlalu baik. Memang benar bahwa risiko berasal dari ketidakpastian, tetapi itu bisa jadi memiliki dampak positif atau negatif. Risiko dapat berdampak buruk atau menguntungkan bagi kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya, tergantung pada manajemen risikonya,” kata Arief.
Manajemen risiko dapat dikatakan sebagai langkah selanjutnya yang harus dilakukan perusahaan setelah memahami risiko. Manajemen Risiko adalah suatu sistem sistematis yang mencakup identifikasi, penilaian, penentuan prioritas risiko yang diikuti dengan penerapan sumber daya yang terkoordinasi dan ekonomis untuk meminimalkan, memantau, dan mengendalikan dampak risiko. Namun, harus diperhatikan bahwa itu bukan jalan pintas yang dapat mengatasi risiko. Manajamen risiko adalah cara berpikir dan bekerja yang akan memberikan jawaban sebagai bahan pertimbangan dalam menghadapi ketidakpastian, Arief memperingatkan, mengutip dari EU Risk Management Guide.
“Dengan penerapan manajemen resiko, harapannya, perusahaan bisa lebih stabil, kejutan negatifnya bisa dikurangi. Ada banyak kasus dimana investor batal atau menarik investasi karena manajemen risiko perusahaannya kurang baik, jadi ini perlu untuk diperhatikan,” tambah Arie
Arief juga menjelaskan aspek penting dalam manajemen risiko untuk startup. Menurut Arief, ada dua risiko utama yang harus diperhatikan saat memulai sebuah startup. Pertama adalah risiko bisnis. Karena startup mengusung konsep-konsep baru yang “mengacaukan” model bisnis konvensional, maka penting untuk menilai risiko bisnis mereka dari segi keberlanjutan dan faktor keberhasilannya, sehingga dapat mencapai tujuan strategisnya.
Aspek kedua adalah risiko keuangan, yang dapat dikatakan sebagai “dua sisi koin” dengan risiko bisnis. Sebuah startup harus memikirkan pendanaannya, apakah itu berasal dari dana pribadi, keluarga, teman, atau investor, dan bagaimana risiko kreditnya, serta penilaian, proyeksi, dan risiko pencapaiannya.
“Kedua hal ini minimal tapi kelangsungan perusahaan bergantung pada dua hal ini. Perusahaan yang baik harus memiliki pemikiran risiko sejak awal, mengetahui risiko yang penting, dampak tertinggi bagi perusahaan, dan memperlakukannya secara sistematis. Risiko bukan pekerjaan satu kali, penilaian risiko harus terus-menerus, dan dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan,” tutup Arief.