Mahasiswa dan seluruh civitas SBM ITB mengenal Leo Aldianto sebagai dosen dengan keahlian di bidang Innovation Management (Manajemen Inovasi). Namun lebih dari itu, Leo Aldianto adalah orang yang sudah membiasakan dirinya untuk mengasah ketajaman bisnis (business acumen) sejak masa muda.
Penyuka olahraga dan musik jazz serta klasik itu semasa kecilnya bersekolah di Jambi. Namun, saat SMA, ia memilih merantau ke Jakarta untuk memperbesar peluangnya diterima di kampus yang bagus.
Saat itu, ia dengan beberapa temannya berjualan produk dari perusahaan manufaktur susu besar ke pedagang atau pengusaha kecil. Ia berjualan sepulang sekolah dari pukul 17.00 hingga pukul 22.00. Motivasinya mencari uang timbul ketika ia merantau, dan merasa harus menambah pemasukkan.
Selepas SMA, Leo Aldianto berkuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sepanjang hidupnya ia jarang merasa mental dan suasana hatinya benar-benar buruk sampai ayahnya meninggal pada umur paruh baya. Itu adalah titik terendahnya. “Namun karena hal tersebut, keinginan untuk menjadi mandiri dan dapat diandalkan meningkat,” kata Leo.
Leo Aldianto saat itu mencoba memperjuangkan beasiswa untuk melanjutkan program studinya. Ia pun berhasil menerima beasiswa ke program Aerospace Engineering di Delft University of Technology di Belanda pada tahun 1985. Pada tahun 2000, ia juga berhasil mendapat beasiswa ke program Master of Business Administration (MBA) di TSM Business School, Belanda. Ia juga sempat bekerja di industri teknik kedirgantaraan (aerospace engineering) dan teknologi informasi selama 14 tahun. Setelah itu, Leo bergabung dalam kelompok kepentingan Entrepreneurship and Technology Management di SBM dengan spesialisasi Management of Innovation, Entrepreneurship, New Venture Creation, and Product & Business Development.
Sehubungan dengan posisinya di kelompok kepentingan tersebut, Leo Aldianto juga menjadi penggagas kompetisi SICA (Swiss Innovation Challenge Indonesia) di Indonesia. Swiss Innovation Challenge adalah program kompetisi inovasi di Swiss dengan kompetisi terpadu yang mengambil pendekatan holistik untuk mewujudkan ide-ide bisnis inovatif. SIC merupakan program bergengsi tahunan yang diprakarsai oleh University of Applied Sciences and Arts Northwestern Switzerland (FHNW). SIC pun ikut berkembang di beberapa negara Asia, yakni Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Merunut dari semangat Leo Aldianto di bidang manajemen inovasi serta perjalanan hidupnya yang inspiratif, ia berpesan bahwa ada tiga hal yang harus dilatih untuk bertumbuh kembang. Pertama adalah kemampuan menyesuaikan diri atau beradaptasi. Leo berpindah-pindah lingkungan selama hidupnya, dan menurutnya, manusia harus bisa menempatkan diri di lingkungannya. Kedua adalah kerja keras dan tidak mudah menyerah (persistent). Kita tidak bisa berharap hasil yang besar di waktu yang instan sehingga kesungguhan dan konsistensi sangatlah penting. Dan yang terakhir adalah bersyukur, sebab menurutnya selalu ada orang-orang yang tidak seberuntung kita.
Untuk civitas ITB dan pembaca, Leo Aldianto berpesan untuk selalu menyalakan semangat kolaborasi lintas disiplin. “Negara-negara lain bisa berinovasi, pertanyaannya apakah Indonesia bisa? Menurut saya bisa. Namun harus ada aksi yang dilakukan,” ucap Leo.
Inovasi membutuhkan beragam keahlian dan disiplin ilmu. Terlebih, perusahaan adalah pemain utama dalam menciptakan inovasi. Oleh sebab itu kolaborasi adalah keharusan.