Limbah makanan menjadi salah satu permasalahan penting di Indonesia. Sejauh ini hanya sedikit orang atau perusahaan yang memanfaatkan limbah makanan. Padahal, hal yang dianggap sampah ini dapat berguna dan mempunyai nilai ekonomis berdasarkan riset yang dilakukan oleh Ruth Nattassha.
Limbah makanan yang dianggap sampah dapat menghasilkan suatu produk bernilai ekonomis yang bisa dijual, contohnya pupuk organik. Pupuk organik juga dapat membantu petani karena harga yang relatif lebih murah. Proses pembuatan pupuk organik ini tergolong tidak sulit dan tidak memakan banyak biaya. Oleh karena itu, menurut Ruth, terdapat peluang besar untuk menjadikan hal ini sebagai peluang bisnis di Indonesia karena berdasarkan data Bappenas sejak 2000 – 2019 diketahui limbah makanan terus meningkat.
Perusahaan dapat membeli limbah makanan dari penyedia limbah untuk kemudian dimanfaatkan oleh lalat hitam sampai menjadi pupuk tanaman yang dapat digunakan petani. Bahkan, petani juga dapat menjual kembali produk mereka yang biasanya dianggap sebagai sampah. Contohnya tanaman singkong, hal yang biasanya dianggap sampah dan tidak memiliki nilai ekonomis adalah akar, batang, dan kulit singkong.
“Namun, dengan adanya pengolahan limbah makanan menjadi pupuk ini sangat memungkinkan bagi petani untuk menjual kembali produk yang dianggap limbah tersebut sehingga dapat membuat penghasilan petani pun meningkat,” kata Ruth, Selasa (12/7/2022).
Selain dapat menjual produk yang dianggap limbah tersebut, pupuk organik lebih menguntungkan bagi petani karena harga pupuk organik lebih murah dibandingkan pupuk kimia. Apabila petani dapat menekan biaya produksi, maka dapat berpengaruh pula kepada konsumen atau masyarakat secara positif karena petani dapat menjual produknya dengan harga yang lebih rendah. Hal ini akan berbanding lurus dengan permintaan konsumen yang akan meningkat karena secara otomatis menciptakan segmen pasar baru.
Dalam riset yang dilakukan Ruth, dukungan lebih dari pemerintahan bisa turut serta meningkatkan kesuksesan pengelolahan limbah menjadi produk yang mempunyai nilai guna. Di China contohnya, perusahaan yang membantu mengurangi limbah akan diberi insentif. Hal ini dapat dicontoh dan diterapkan di Indonesia karena dapat membantu perusahaan, petani, masyarakat dan lingkungan secara sekaligus.