Dalam kacamata Andika Putra Pratama, Ph.D, organizational behaviour, organization theory, business ethics, dan cross-cultural management memiliki benang merah, yakni memahami dinamika hubungan manusia dari berbagai latar belakang. Dengan memahami dinamik itu, kerjasama dan kolaborasi yang baik dalam dan antar organisasi dapat tercipta. “Hal-hal yang dipelajari dalam area tersebut, misalnya adalah dari segi values dan cara berpikir yang sangat beragam,” kata Andika.
Andika adalah dosen Sekolah Bisnis Manajemen ITB yang masuk kelompok keahlian People and Knowledge Management. Selain mengajar, dosen yang gemar menyanyi dan bepergian ini pun menjabat sebagai Kepala Bagian Hubungan Internasional (biasa disebut IRO) – Biro Kemitraan ITB sejak Juni 2020.
Menariknya, pekerjaan ini sangat berkaitan dengan minat yang didalaminya, khususnya menjembatani ITB dan pihak luar negeri.
Minat ini berawal dari ketertarikannya dalam mempelajari latar belakang orang, terutama dari negara-negara berbeda. Menurutnya, IRO ITB sendiri memiliki kepentingan untuk menginternasionalisasi ITB, misalnya saja dengan program pertukaran mahasiswa.
Dalam internasionalisasi perguruan tinggi, menurutnya ada dua tujuan yang secara prinsip berbeda. Pertama, internationalisasi untuk kepentingan prestisius. Kedua, internasionalisasi untuk menciptakan kesetaraan.
Prinsip akses menjadi penting dalam hal keduanya. Akses diberikan secara timbal balik dan saling membantu, melengkapi, atau memberdayakan, perlu lebih dikedepankan. Akses cara pandang dari berbagai belahan dunia merupakan sesuatu yang sangat memperkaya proses pendidikan.
Di sisi lain, aktivitas ke arah prestisius tetap dilakukan, misalnya untuk kepentingan pemeringkatan perguruan tinggi. Hal ini, menurutnya, dapat dipandang sebagai proses evaluasi diri.
Kebisaan Andika dalam merepresentasikan ITB dalam konteks hubungan internasional didapat dari perjalanan yang tak sederhana. Secara pribadi, Andika cenderung introvert, namun ia selalu tertarik dalam mengamati dinamika hubungan manusia.
Di masa mudanya, dalam belajar ia cenderung fokus mengamati dibandingkan mengobrol. Namun ini justru menjadi momen refleksi dan evaluasi diri.
Ada kalanya pada masa lalu, ia tidak merasa terikat dalam komunitasnya. Ada ketidakpercayaan diri di situ. Ia juga tidak punya banyak teman.
Namun pada saat berkuliah di Astronomi ITB dalam pendidikan strata satu, Andika mulai membuka diri untuk bersosialisasi. Lingkungannya pada saat itu pun mendukungnya, sebab lingkungan akademis astronomi pada saat itu tidak memiliki banyak mahasiswa, namun memiliki banyak kegiatan bersama.
Kemudian, ketika menempuh pendidikan MSM (Magister Sains Manajemen) di SBM ITB, Andika kembali berkesempatan untuk eksplorasi dalam mengamati manusia, namun dengan bekal cara bersosial yang lebih. Tesisnya pun berkaitan dengan internasionalisasi pendidikan.
Kemudian setelah selesai dari pendidikan S3 nya di Rutgers University (Amerika Serikat), Andika pun memegang peran hubungan internasional pada tahun 2015, di mana ia harus berhadapan dengan banyak orang, dan merepresentasikan SBM ITB. Menurutnya, ketakutan menghadapi orang terlatih secara intensif dalam waktu-waktu tersebut.
“Mau nggak mau, saya harus belajar menghadapi orang dari berbagai penjuru dunia. Saya selalu inget struggle saya waktu kecil selama ada di posisi ini. Posisi ini jadi suatu pelajaran dan kesempatan yang berharga juga,” ujar Andika.
Melihat prosesnya sampai saat ini, menurutnya tak ada salahnya menjalani kehidupan ini secara lebih organik. Andika tidak punya tujuan atau visi yang kaku.
Selain organik, Andika juga berusaha untuk percaya dengan prinsip integritasnya. Ia tidak mudah ikut-ikutan tanpa konteks yang sesuai dengan prinsipnya.
Di sisi lain ketika ia mempunyai opini yang berbeda dengan kebanyakan orang, ia akan mencoba membawa dirinya dan membicarakannya sebaik mungkin. Di dunia yang beragam, kita pasti berhadapan dengan orang yang berbeda-beda secara prinsip.
Melihat perkembangan kepercayaan diri dan kemampuan bersosialisasinya, Andika yang hobi menyanyi bahkan beberapa kali menyanyi dalam acara-acara yang ia terlibat. Misal dalam konferensi dia diminta oleh kolega, atau tampil bersama band dengan dosen-dosen lain.
Dalam hal traveling pun, biasanya ia sempatkan ketika ada pekerjaan yang membutuhkan perjalanan, misal ketika menemui mitra. Sehingga ia bisa menyeimbangkan hobi dan kesibukannya, dengan mengintegrasikannya.
“Saya bersyukur juga dalam hal itu. Selain itu, ketika traveling saya juga bisa mempelajari budaya tempat dan manusianya. Sehingga itu juga bisa diterapkan dalam area eksplorasi saya, dan dalam kelas saya,” ujarnya.
Untuk civitas ITB, Andika berpesan bahwa motto In harmonia progressio (kemajuan dalam harmoni) dari ITB merupakan tantangan besar untuk direalisasikan. Namun untuk menjembatani perbedaan dan keragaman, keterbukaan dapat sangat membantu. Sebab perbedaan bukanlah sesuatu yang bisa dihindari, apalagi dari lingkungan yang sangat beragam.