SBM ITB melalui program studi MBA Jakarta mengadakan rangkaian kegiatan diskusi bersama Rob van Tulder, Professor of International Business Society Management Rotterdam School of Management Erasmus University Rotterdam, yang dilaksanakan secara hibrida dari MBA Jakarta, Graha Irama dan ZOOM pada Kamis (24/11/2022) hingga Sabtu (26/11/2022). Rangkaian kegiatan ini membahas tentang keberlanjutan bisnis di segala sisi, baik itu bisnis maupun pendidikan bisnis.

Rob memulai diskusi dengan refleksi kegiatan G20 dan COP27 bagi bisnis yang berkelanjutan. Kegiatan ini juga mengundang Managing Director of Jababeka Infrastucture dan Deputy Chair of the Energy, Sustainability, Climate Task Force of B20 Indonesia 2022 Agung Wicaksono serta VP Pertamina Energy Institute Hery Haerudin. 

Rob menyampaikan bahwa KTT G20 yang diadakan pada November lalu menjadi salah satu tumpuan kebijakan iklim. Dalam presidensi Indonesia, G20 bersepakat untuk memperkuat lagi keberadaan SDGs. Beberapa poin hasil kesepakatan pemimpin G20 juga telah menunjukkan itu, namun masih perlu aksi dalam setiap poin tersebut.

Sementara untuk KTT COP 27, masih banyak hal yang belum tercapai. Target kenaikan suhu maksimal 1,5 derajat celcius yang terancam gagal akibat seruan menghentikan penggunaan bahan bakar fosil akibat penolakan negara penghasil minyak, negosiasi emisi yang berbelit karena penggunaan kriteria yang berbeda untuk target setiap negara, hingga ketidakjelasan kesepakatan dana loss dan damage.

“Dari beberapa aspek, kesepakatan ini belum terlalu membaik. Seperti mitigasi juga belum terbahas dengan baik, segi adaptasi sedikit membaik, tapi kompensasi terhadap korban iklim belum memuaskan,” tutur Rob dalam pemaparannya.

Agung Wicaksono dalam pemaparannya menjelaskan bahwa B20 yang merupakan forum komunikasi bisnis G20 saat ini tengah berfokus dalam transisi energi hijau dan penguatan kesetaraan sesuai panduan SDGs. Beberapa langkah tengah dipersiapkan dan dijalankan, seperti langkah presidensi Indonesia yang dilakukan oleh Jababeka dalam penyiapan kawasan industri net zero pertama di ASEAN.

Hal ini seolah memberikan nafas baru bagi sektor industri yang ingin tetap berjalan serta mendukung bisnis yang berkelanjutan. Kerjasama konkrit bersama Pertamina, Hitachi, Unilever, dan Loreal ini diharapkan dapat menjadi upaya mendukung transisi energi hijau di Indonesia.

Hery Haerudin menambahkan bahwa saat ini Pertamina tengah berusaha untuk berpartisipasi dalam transisi energi. Pertamina terlibat dalam Grand Strategi Energi Nasional dengan menjadi bagian terbesar yang akan diimplementasikan pada periode 2020-2024. Pertamina juga tengah mempersiapkan strategi untuk mendukung SDGs serta net zero emission pada 2060, seperti dekarbonisasi bisnis dan portofolio bisnis energi terbarukan. 

Pada Jumat (25/11) Rob membahas tentang metode mengajar aspek keberlanjutan (SDGs) pada mahasiswa sekolah bisnis. Turut hadir para dosen yang berasal dari SBM ITB maupun dosen lain yang diundang dalam kegiatan ini. 

Menurut Rob, saat ini bisnis harus dapat bergerak, dari model CSR 1.0 (Corporate Self Responsibility) menuju CSR 4.0 (Corporate Sustainable Responsibility). Maka dari itu, hendaknya sebagai pengajar harus mulai memahami lebih dalam tentang SDGs itu sendiri. Pengajar dituntut untuk lebih adaptif dalam mengajarkan hal-hal mengenai berkelanjutan, sehingga dapat mudah dimengerti mahasiswa. 

“Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam mengajarkan berkelanjutan adalah dimulai dengan saling berdiskusi mengenai logika sosial dari pendekatannya dan relevansi dalam ranah sekolah bisnis, lalu menjelaskan relevansi secara teori sesuai prinsip-prinsip dasar berkelanjutan, serta saling belajar dari pengalaman masing-masing.” tambah Rob.

Rob menutup rangkaian kegiatan kuliah umum bersama mahasiswa Business Leadership Executive MBA ITB Jakarta. Ia  kembali membahas tentang aspek berkelanjutan dalam ranah kepemimpinan dan kebijakan pemerintahan pada Sabtu (25/11/2022). 

Dalam rangkaian penutup ini, Rob menuturkan bahwa dunia kini sudah berubah dan menuntut kita untuk melihat masa depan untuk menghadapi segala tantangan. Tantangan-tantangan seperti climate change kini seolah menjadi hantu bagi segala aspek di masa depan. Maka dari itu, kita perlu mengubah perspektif kita sebagai agen perubahan untuk lebih peka terhadap kebijakan bisnis maupun pemerintahan yang mungkin kita putuskan nanti.

“Segala kebijakan yang diambil sebaiknya perlu berpandu kepada Sustainable Development Goals (SDGs) yang dapat membantu kita dalam menghasilkan kebijakan yang berkelanjutan,” tutur Rob. 

Ia menekankan bahwa jika seorang pemimpin tidak peduli terhadap aspek berkelanjutan yang berpandukan SDGs, bukan tidak mungkin badai yang diakibatkan climate change akan menimpa kita. SDGs menurutnya dapat menolong kita dalam penguatan bisnis, bisnis yang lebih adaptif, serta berdaya saing.

Hal terburuk yang akan terjadi bisa saja membuat kita menjadi sebuah korporasi yang buruk atau bangkrut. Maka dari itu, aspek berkelanjutan ini perlu diperhatikan secara seksama demi keberlangsungan bisnis di masa depan.

Kontributor: Bashravie Thamrin, Manajemen 2024