SBM ITB kembali mengukir prestasi membanggakan di kancah internasional melalui inovasi terbaru yang diusung oleh tim Nussava. Tim yang terdiri dari lima mahasiswa ini berhasil menciptakan edible film dari bahan dasar singkong yang mengandung vitamin dan berfungsi sebagai alternatif yang lebih sehat dan ramah lingkungan untuk kemasan plastik. Prestasi mereka diakui dalam ajang kompetisi bisnis bergengsi, yaitu Asian Student’s Venture Forum 2023 di Korea Selatan, di mana mereka meraih Gold Medal dan membawa pulang hadiah sebesar $1,500. Prestasi ini merupakan bukti nyata bahwa mahasiswa ITB mampu menciptakan inovasi yang bermanfaat dan berdampak positif pada lingkungan serta masyarakat secara luas.
Above Asian Student’s Venture Forum 2023 adalah ajang kompetisi bisnis yang diadakan oleh Korea Economic Daily di Korea Selatan pada tanggal 29 Maret hingga 1 April 2023. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 10 tim dari universitas ternama di Asia yang berasal dari berbagai negara seperti Korea, Indonesia, Vietnam, Taiwan, Brunei, Israel, dan negara lain. Lima mahasiswa dari Indonesia yang terdiri dari Putri Dzakiah, Calista Rachel, Wildan Zaki, Gerald Bimo, dan Nabila Inas berhasil mewakili SBM ITB dalam ajang tersebut.
Putri mengungkapkan bahwa tahapan awal dalam kompetisi AASVF 2023 adalah seleksi ringkasan gagasan bisnis dari setiap tim. Setelah melalui proses screening, hanya dua tim dari setiap negara yang terpilih untuk mewakili negaranya, termasuk tim dari ITB dan UI sebagai perwakilan Indonesia. Dari seleksi awal tersebut, hanya 14 tim dari berbagai negara yang berhasil lolos ke tahap final.
Mereka mengembangkan ide yaitu Nussava, edible film berbahan dasar singkong untuk mengganti plastik sachet sebagai respons terhadap masalah global akibat penumpukan sampah plastik yang sulit terurai dan berbahaya bagi lingkungan. Produk yang mereka ciptakan dapat memberikan manfaat kesehatan ekstra kepada konsumen sebagai alternatif pengganti plastik. Produk tersebut diharapkan dapat membantu mengurangi dampak negatif dari penggunaan plastik dan memberikan solusi yang lebih ramah lingkungan.
“Salah satu alasan mengapa bahan bakunya dipilih dari singkong adalah karena Indonesia merupakan penghasil singkong secara massal dan telah diolah menjadi berbagai produk yang digunakan di seluruh dunia,” kata Wildan.
Gerald melanjutkan, bahwa penurunan permintaan terhadap produk singkong tradisional telah menyebabkan produsen dan penjual singkong mengalami kerugian finansial dan kehilangan pekerjaan. Dengan menciptakan produk seperti Nussava, diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru dan membantu mengatasi masalah ini dengan menciptakan rantai pasokan dan lini produksi yang berkelanjutan.