Kemajuan pesat teknologi telah merevolusi cara para peneliti dalam bentuk penunjang bahasa komunikasi dan kebutuhan ilmiah. Salah satu kemajuan yang menarik perhatian besar dalam beberapa bulan terakhir adalah Kecerdasan Buatan Generatif (Generative AI), khususnya dalam bentuk Large Language Models (LLM).
Contoh model seperti itu adalah ChatGPT dari OpenAI, yang diperkenalkan pada 30 November 2022. Dan Bard dari Google, yang diperkenalkan pada 10 Mei 2023.
Menyikapi perkembangan teknologi ini, Tim Editorial Jurnal Manajemen Teknologi SBM ITB dan Jurnal Teknik UNDIP menyelenggarakan sharing session dalam sebuah webinar berjudul “Generative AI (ChatGPT): Dampaknya pada Proses Review dan Reputasi Jurnal” pada Senin (12/6). Acara ini bertujuan untuk membahas implikasi dari Generative AI, khususnya ChatGPT, pada penulisan makalah ilmiah, proses review, sikap, dan peran para pengelola jurnal yang menerima artikel yang ditulis menggunakan teknologi AI.
Sejumlah pembicara turut mengisi webinar tersebut. Di antaranya Kepala Pusat Kecerdasan Buatan ITB Dr. Ayu Purwarianti dan Editor-in-Chief Jurnal Energi Baru dan Terbarukan dan dosen di Departemen Teknik Kimia UNDIP Prof. Dr. Hadiyanto, S.T., M.Sc.
Saat membuka acara, Editor-in-Chief Jurnal Manajemen Teknologi SBM ITB Prawira Fajarindra Belgiumwan, Ph.D., menekankan pentingnya melakukan diskusi seperti ini mengingat penggunaan teknologi AI yang luas dalam penelitian dan dunia akademik. Ia menyoroti potensi penyalahgunaan dalam penulisan ilmiah dan keberadaan kesalahan dalam konten yang dihasilkan oleh AI.
Oleh karena itu, praktik AI yang bertanggung jawab menjadi penting untuk mengatasi dampak tak terduga. Penggunaan AI yang bertanggung jawab mencakup transparansi, keadilan, akuntabilitas, dan privasi.
Dr. Ayu Purwarianti, sebagai pembicara pertama, memberikan wawasan tentang perkembangan AI saat ini. Ia menyebutkan bahwa kemajuan AI sangat signifikan, namun tujuannya bukan untuk mencapai kesempurnaan, melainkan untuk memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding manusia.
Banyak negara, termasuk Indonesia, telah mengambil langkah maju dalam pengembangan AI. Indonesia sejak tahun 2020 telah mengeluarkan dokumen resmi yang menguraikan perkembangan AI, dengan fondasi pada etika dan nilai-nilai yang sejalan dengan Pancasila sebagai dasar filosofis Indonesia. Penggunaan AI seperti ChatGPT harus mematuhi prinsip-prinsip ini, terutama dalam penelitian dan penulisan makalah.
Dr. Ayu juga menyoroti beberapa pembatasan penggunaan ChatGPT di dunia akademik. Misalnya, nature.com, salah satu penerbit jurnal internasional, melarang penulis jurnal untuk mengatribusikan alat AI seperti ChatGPT sebagai penulis karena AI tidak dapat bertanggung jawab atas tulisan yang dihasilkan. Beberapa universitas dan sekolah juga melarang penggunaannya, dengan alasan kurangnya kemampuan berpikir kritis yang dipromosikan pada para mahasiswa.
Selain itu, Uni Eropa mengklasifikasikan penggunaan ChatGPT sebagai berisiko tinggi karena faktor-faktor seperti informasi yang tidak akurat, kekhawatiran privasi data, risiko plagiarisme, masalah hak cipta, dan potensi penyalahgunaan, yang semuanya dilarang secara ketat dalam penulisan ilmiah.
Sementara, Prof. Dr. Hadiyanto, S.T., M.T., menjelaskan bahwa ChatGPT, dalam konteks penelitian dan penulisan akademik, dapat membantu dalam konsepsi penelitian, penulisan akademik, pengeditan dan pengecekan, serta penerbitan akademik. Namun, batasan yang dimiliki ChatGPT harus dipertimbangkan. Seperti kurangnya keahlian dalam bidang spesifik, ketidakmampuan untuk mengakses penelitian terkini, ketiadaan penilaian yang mirip manusia, pemahaman konteks yang tidak memadai, bias, dan inkonsistensi.
Prof. Hadiyanto menekankan bahwa ChatGPT hanyalah sebuah alat, bukan makhluk yang memiliki kesadaran. Penggunaannya harus difokuskan pada peningkatan keterbacaan dan bahasa karya semata. Penerapan teknologi ini harus dilakukan dengan pengawasan dan kontrol manusia, dan penulis harus dengan hati-hati meninjau dan mengedit hasilnya karena AI dapat menghasilkan keluaran yang terdengar berwibawa tetapi berpotensi tidak benar, tidak lengkap, atau bias.