SBM ITB bekerja sama dengan Ikatan Mahasiswa Kewirausahaan (IMK) ‘Artha’ dan Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia menggelar acara bertajuk “Sesi Psikologi Gratis” di SBM ITB Kampus Bandung (21/6). Acara itu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan mental mahasiswa.
Acara ini merespons kebutuhan mahasiswa akan layanan psikologi yang semakin tinggi. Banyak mahasiswa merasa memerlukan bantuan, tetapi terkendala oleh biaya konsultasi yang tinggi atau rasa tidak nyaman dalam berbagi perasaan kepada seorang psikolog. Oleh karena itu, acara ini dirancang untuk menyediakan layanan psikologi tanpa biaya yang dapat diakses oleh seluruh mahasiswa SBM ITB.
“Kami menyadari bahwa kesehatan mental sangat penting bagi mahasiswa. Mereka sering menghadapi tekanan dan stres yang tinggi dalam menghadapi tuntutan akademik dan kehidupan sehari-hari. Melalui acara ini, kami berharap dapat memenuhi kebutuhan mereka serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental,” sebut ketua panitia, yaitu Frederika Amelia, mahasiswa Sarjana Kewirausahaan 2024.
Kolaborasi antara SBM ITB dan IPK Indonesia bukan baru kali ini. Keduanya telah menjalin kerjasama yang erat sejak lama. Hal ini menunjukkan komitmen kedua pihak dalam meningkatkan kesejahteraan mahasiswa melalui pendekatan kesehatan mental.
Ermilda, seorang psikolog yang terlibat dalam acara ini, menjelaskan bahwa konsultasi dengan seorang psikolog tidak hanya diperlukan saat mengalami gangguan mental, tetapi juga untuk mengembangkan potensi individu. Perubahan perilaku yang mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti insomnia atau penurunan konsentrasi, dapat menjadi tanda bahwa seseorang perlu bantuan dari seorang ahli.
Terkadang individu tidak menyadari kondisinya sendiri, namun lingkungan sekitar mereka peka terhadap perubahan tersebut. Dalam kasus seperti itu, peran seorang ahli psikologi sangatlah penting. Salah satu peserta, Luthfi Rahman, mengungkapkan alasan mengikuti kegiatan ini.
“Lagi banyak problem dan lagi ngerasain ada something yang berbeda sama diri sendiri,” kata Luthfi. “Setelah sesi itu, jadi merasa lebih baik, jadi lebih paham apa sebenarnya core dari masalah yang dihadapi sekarang.”
Semua pihak berharap sesi psikolog tersebut bisa berlanjut.
“Kolaborasi ini diharapkan memberikan kontribusi saling menguntungkan bagi mahasiswa, institusi, dan profesi lainnya, terutama para psikolog klinis, dalam memajukan pendidikan Indonesia,” kata Frederika.
Luthfi pun berharap acara ini digelar rutin.
“Meskipun sekarang orang-orang sudah aware dengan mental health, tapi tetap saja banyak yang masih takut buat ke psikolog. Kadang sering menyimpulkan kalau mereka ada problem mental, ketika dibawa ke psikolog, ternyata engga begitu.”