Mendidik manusia agar dapat berdampak adalah tantangan generasi saat ini untuk generasi yang akan datang. Untuk itu dibutuhkan standarisasi pendidikan sekolah bisnis di Indonesia seperti AACSB (lembaga akreditasi sekolah bisnis dunia) guna mencapai tujuan bersama tersebut.
Tak hanya itu, kolaborasi juga diperlukan. Itu sebabnya setiap unit instansi pendidikan mesti saling berbagi pengalaman serta rencana pengembangan agar dapat memiliki dampak bagi masyarakat.

Demikian sikap yang mengerucut dalam Sharing Session bertajuk “Developing Quality Assurance For The Future: The Past, Current and future of AACSB Journey” di Laboratorium Teknik XIX SBM ITB, pada 9-10 Agustus 2023 lalu. Diskusi tersebut diisi oleh perwakilan sekolah bisnis di Indonesia yang sudah mengantongi standar AACSB.

Mereka adalah Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Teguh Dartanto, Ph.D,; Mantan Dekan SBM ITB Prof. Dr. Ir. Utomo Sarjono Putro, M.eng; Dekan BINUS Business School Dezie Leonarda Warganegara, Ph.D; Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerjasama, dan Alumni UGM, Gumilang Aryo Sahadewo, S.E., M.A., Ph.D; dan dimoderatori oleh Prof. Reza Ashari Nasution, Ph.D. dari SBM ITB.

Pada dasarnya selalu ada tantangan dalam setiap generasi. Prof. Emil Salim dan Sri Mulyani merupakan bukti nyata seorang ekonomi berkontribusi nyata menangani tantangan negara hari ini. Untuk itulah, institusi pendidikan perlu melakukan transformasi yang substantif agar dapat menunjang kepentingan besar di masa depan.

“Transformasi merupakan sebuah perjalanan, dan AACSB adalah salah satu bentuk transformasi substansi atau pemaknaan yang perlu kita lakukan. Kita perlu punya leader yang mumpuni, punya keterlibatan dengan para pemangku kepentingan, dan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kepentingan yang akan kita tuju,” tutur Teguh Dartanto, Ph.D.

Sedangkan Dezie Leonarda Warganegara, Ph.D mengambil sudut pandang sebagai orang tua. Orang tua selalu ingin anaknya menjadi manusia yang berkualitas, hidup layak serta sukses dalam jalurnya masing masing. Menurutnya, dengan sekolah bisnis Indonesia mengambil akreditasi AACSB, institusi pendidikan akan lebih memiliki kemampuan mendidik dengan lebih maksimal serta mengikuti perkembangan dunia.

SBM ITB sendiri adalah hasil kesadaran akan pentingnya sektor bisnis di ITB, yang telah ada sedari tahun 1970. Sains dan teknologi sebagai suatu ekosistem butuh pola pikir kewirausahaan yang dapat menjembataninya dengan kepentingan, kebutuhan dan problem yang dirasakan oleh masyarakat. Keterlibatan berbagai pihak sangat menentukan dampak nyata dalam masyarakat. Berbekal dari pemikiran tersebut, SBM ITB berdiri dan memiliki keunikan di tengah institusi pendidikan sains dan teknologi yang telah ada di ITB, dan memiliki misi untuk mendidik Technopreneurship.

“Kami suka tantangan, dari yang baru berdiri, kita punya motivasi, visi dan tekad yang menjadi acuan kami. Dan kami memilih akreditasi AACSB ini dengan dasar bahwa dengan standard yang tinggi ini dapat membuat institusi pendidikan menghasilkan insan yang mempunyai keahlian yang menjawab tantangan masa depan, yang sangat bersinggungan dengan bisnis dan teknologi, yakni mendidik technopreneurship,” tutur Prof. Utomo.

Gumilang Aryo Sahadewo mengatakan bahwa sebagai institusi pendidikan, universitas sangat berperan dalam mencetak pemimpin masa depan. Bukan hanya sekedar mengajar, tapi mendidik, mengasuh, sehingga iklim ekonomi bisnis yang saling mendukung kelak berdampak pada masyarakat serta sesuai dengan nilai-nilai keberlanjutan.

“Standar akreditasi AACSB ini pada dasarnya lebih untuk menunjukkan kualitas dari sistem pembelajaran yang mendukung. Dengan akreditasi ini, institusi pendidikan berusaha menjamin dan memastikan kualitas pembelajaran yang maksimal serta berdampak bagi masyarakat,” kata Gumilang Aryo.

Sharing Session bertajuk “Developing Quality Assurance For The Future: The Past, Current and Future of AACSB Journey” di Labtek XIX SBM ITB dihadiri oleh perwakilan sekolah bisnis di Indonesia yang sudah mengantongi standar AACSB
Kontributor: Erwin Josua, EMBA 2021