Masa transisi menjadi mahasiswa membawa berbagai adaptasi dalam kehidupan manusia, baik fisik, intelektual, maupun sosial. Sebelum menjadi mahasiswa, seringkali manusia masih memiliki alasan untuk membuat kesalahan dan tidak bertanggung jawab. Namun, setelah menjadi mahasiswa, manusia dituntut untuk lebih bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan mereka.
Menurut dua psikolog, Adira Yarman dan Nur Faisa Hidayanti, adaptasi menjadi mahasiswa, meskipun penting untuk pertumbuhan, juga dapat menyebabkan stres pada mahasiswa, karena mereka merasa belum mampu menghadapinya. Stres adalah situasi yang dianggap sulit oleh seseorang dan dipengaruhi oleh persepsi individu.
Stres biasa dialami oleh semua orang dan dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental. Masalahnya banyak orang tidak menyadari bahwa mereka sedang mengalami stres, sehingga seringkali disebut sebagai “silent killer”.
Adira dan Nur Faisa menjelaskan hal tersebut saat mengisi webinar mengenai pentingnya kesehatan mental bagi para mahasiswa yang digelar oleh SBM ITB pada Sabtu (5/8). Dalam webinar tersebut Adira dan Nur Faisa membagikan wawasan dan strategi yang berguna dalam mengatasi stres serta meningkatkan kesehatan mental di kalangan mahasiswa.
Adira misalnya membahas tentang fase perkembangan dewasa awal pada mahasiswa. Ada dua jenis stres menurut Cox dan MacKay, yaitu distress (stres negatif) dan eustress (stres positif). Distress adalah stres yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan mengurangi produktivitas dalam jangka waktu lama. Sedangkan eustress adalah stres yang membuat seseorang lebih positif dan meningkatkan motivasi dalam jangka waktu pendek.
Adira menekankan pentingnya persepsi dalam menghadapi stres. Jika seseorang menganggap bahwa dirinya tidak mampu menghadapi suatu situasi, maka akan muncul distress. Namun, jika seseorang melihat stres sebagai tantangan yang dapat diatasi, maka eustress dapat muncul.
Reaksi terhadap stres dibagi menjadi empat aspek, yaitu emosi, fisik, kognitif, dan perilaku. Mahasiswa yang mengalami stres mungkin akan mudah marah, frustasi, cemas, sedih, takut, dan suasana hati mereka mudah berubah.
Penyebab stres pada mahasiswa dapat bersifat fisik, seperti tuntutan akademik yang tinggi, masalah keluarga, keterbatasan finansial, permasalahan dalam pendidikan, serta persoalan spiritual dan sosial. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk menyadari reaksi mereka terhadap stres sebagai bentuk sistem peringatan dini agar stres tidak mencapai titik maksimal dan dapat segera ditangani dengan lebih baik.
Sementara Nur Faisa memberikan panduan tentang bagaimana cara mengatasi stres dan meningkatkan kesehatan mental. Nur Faisa menjelaskan bahwa reaksi positif terhadap stres dapat memotivasi seseorang untuk menghadapi tantangan, sementara reaksi negatif dapat mengganggu kehidupan sehari-hari, bahkan dapat menyebabkan masalah fisik dan psikologis seperti depresi.
Nur Faisa menyampaikan ada tiga pendekatan untuk mengelola stres, yaitu enaktif, proaktif, dan reaktif. Pendekatan enaktif adalah cara menghadapi stres dengan mengubah situasi atau lingkungan sehingga situasi stres berkurang. Pendekatan proaktif adalah cara mengantisipasi dan menghindari situasi yang dapat menimbulkan stres, sementara pendekatan reaktif adalah cara menyesuaikan diri dengan situasi yang stres dan mengembangkan ketahanan mental.
Penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan strategi yang sesuai dengan kepribadian dan kebutuhan mereka. Beberapa strategi yang dapat membantu mengatasi stres antara lain adalah mencari dukungan sosial, berbicara dengan orang terdekat, menjaga keseimbangan antara akademik dan kehidupan sosial, berolahraga secara teratur, dan belajar teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga.
SBM ITB berharap melalui acara webinar ini mahasiswa semakin menyadari pentingnya kesehatan mental dan memiliki pengetahuan serta keterampilan untuk mengatasi stres dalam kehidupan mereka. Dengan dukungan dan pemahaman yang tepat, diharapkan tingkat stres yang dialami mahasiswa dapat berkurang, sehingga mereka dapat meraih prestasi akademik dan kesuksesan secara holistik.