Keberlanjutan menjadi isu yang menarik perhatian masyarakat di berbagai sektor. Salah satunya di Industri fesyen. Industri ini banyak dikorelasikan dengan proses yang tidak beretika terhadap pekerjanya dan menimbulkan kerusakan lingkungan dalam proses produksinya.
Namun demikian, President Lecture South Pacific Viscose (Lenzing Group) Sri Aditia menjelaskan bahwa industri fesyen sedang menuju ke arah yang lebih berkelanjutan dalam proses operasionalnya. Lenzing Group merupakan produsen serat kimia yang terletak di Purwakarta, Jawa Barat.
Menurut Sri Aditia, keberlanjutan berarti tidak menghentikan apa yang kita lakukan saat ini, serta tidak mengorbankan kebutuhan generasi berikutnya. Dengan kata lain, tetap menyediakan sumber daya atau peluang kepada generasi berikutnya.
Hal itu dia sampaikan saat mengisi kuliah tamu Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di SBM ITB pada Senin (4/9). Aditia menambahkan, perkembangan industri fesyen menuju isu keberlanjutan yang dimulai sejak Millenium Development Goals (MDG) ditetapkan.
Pada ssat itu, negara maju memanfaatkan sumber daya dari negara berkembang. Kemudian, sebagai penyempurnaannya, terdapat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals dan agenda menuju net zero emision pada tahun 2030 dan 2050.
Aditia mengakui beberapa proses operasional di industri fesyen berkontribusi terhadap emisi yang berujung pada perubahan iklim. Sehingga mengakibatkan pemanasan global dan naiknya permukaan air laut. Kumpulan dari emisi industri dapat merusak lingkungan jika tidak ada upaya bersama serta pencegahan untuk mengurangi dampak negatifnya. Namun menurut Aditia, Lenzing Group telah menekankan perusahaan menuju proses keberlanjutan dengan mengusung slogan “Advancing Our World Through Better Choices”.
Ia menekankan ada beberapa catatan penting bagi perusahaan jika ingin mengupayakan keberlanjutan dan membantu lingkungan tetap lestari hingga generasi mendatang. Di antaranya, perusahaan wajib mematuhi peraturan, memahami dan menerapkan Izin Beroperasi, Mengurangi separuh emisi CO2 pada tahun 2030, mengupayakan nol emisi CO2 atau netralitas karbon pada tahun 2050, dan mengerjakan kode etik sosial lingkungan dan tata kelola. Sektor perbankan telah mendukung hal tersebut. Bagi yang tidak mematuhinya dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak berkelanjutan dan akan sulit mendapatkan pendanaan bank.
Aditia mengklaim Lenzing Group telah beroperasi dengan model ekonomi sirkular. Sebagai perusahaan multinasional, Lenzing peduli terhadap sirkularitas alam, dan hanya menggunakan kayu industri bersertifikat dari Brazil (Amazon) dan memastikan mereka tidak menggunakan tanaman atau kayu konservatif.
Ia menjelaskan proses pembuatan bahan baku menjadi serat selulosa menggunakan konsep efisiensi sumber daya serta pemilihan vendor yang tepat untuk menjalankan operasionalnya. Beberapa produknya telah digunakan oleh merek besar di Indonesia seperti Eiger.