Sebagai Wakil Dekan Bidang Sumberdaya SBM ITB, Prof. Tjandra Anggraeni, Ph.D. telah melewati perjalanan yang panjang. Mulai dari dikelilingi oleh para aktor kunci di salah satu institut pendidikan terbaik Indonesia hingga menjadi salah satu kontributor juga. Inilah perjalanan Prof. Tjandra Anggraeni, Ph.D. dalam mengatasi tantangan-tantangannya dan mencapai titik ini.
Mulai dari Bawah, Lalu Membangun Dirinya ke Atas
Tjandra dilahirkan dan dibesarkan di Bandung. Ia menghabiskan masa kecilnya dengan dikelilingi oleh orang-orang yang bekerja di institut pendidikan. Bapaknya sendiri bekerja sebagai dosen kimia di ITB. Lingkungan yang suportif inilah yang akan mendorong dia ke depannya untuk ikut menjadi seorang dosen di kampus ini.
Pengalaman Tjandra selama berkuliah di jenjang S1 berjalan dengan baik. Ia lulus dan meneruskan pendidikannya ke tahap S2. Setelah satu tahun berkuliah lagi, Tjandra mendapatkan tawaran untuk melanjutkan studinya di Swansea University, Inggris. Di sinilah ia merasakan perbedaan sistem pendidikan Inggris yang akhirnya memberikan dia kesempatan untuk melewati jenjang S2 dan langsung menjalankan studinya untuk S3 di sana.
Setelah mendapatkan gelar doktor, Tjandra kembali ke Indonesia dan menjadi dosen di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ITB–yang sekarang di bawah Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati.
“Hidup saya mengalir saja,” ucapnya. “Semisal ditanya bagaimana bisa sampai sepuluh tahun menjadi Wakil Dekan Bidang Akademik di SITH, itu karena sebenarnya semua sudah dirintis dari awal sekali.”
Tjandra telah mengalami berbagai posisi selama waktunya bekerja di sana. Ia memulai dari awal dan pelan-pelan mendorong karirnya ke atas. Mulai dari penanggungjawab lantai, bendahara, sekretaris, hingga akhirnya menjadi wakil dekan.
Di sini juga Tjandra merasakan semua motivasi dan pengalaman kolektif yang ia alami selama masa kecilnya. Terutama inspirasi yang diberikan oleh bapaknya sendiri, yang membantu ia untuk terus maju dan selalu berusaha menjadi lebih baik lagi dalam apapun yang sedang ia lakukan.
Mendorong Diri Mengatasi Terjangan Kehidupan
Tentunya, perubahan posisi dari Wakil Dekan Bidang Akademik di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati menjadi Wakil Dekan Bidang Sumber Daya di Sekolah Bisnis dan Manajemen bukan sesuatu yang mudah untuk dicapai. Ketika ditanya, Tjandra menjelaskan bahwa ia percaya dengan prinsip-prinsipnya yang membawa dia hingga ke titik ini.
Salah satu prinsip yang ia pegang adalah untuk selalu melakukan tugas-tugas yang diberikan sebaik ia bisa. Memegang sebuah jabatan atau otoritas bukanlah sebuah hak, melainkan ada tanggung jawab tertentu yang harus dipenuhi juga.
Dalam konteks SBM, Tjandra melihat perannya sebagai Wakil Dekan Bidang Sumber Daya sebagai titipan dari atasan di ITB, yang mungkin setelah melihat performanya selama menjadi Wakil Dekan Bidang Akademik di SITH dan Plt. Wakil Dekan Bidang Sumber Daya di SBM. Dengan tanggung jawab ini, ia hanya ingin tugas-tugas yang diberikannya dapat dilakukan dengan baik. Dan untungnya, Tjandra juga dikelilingi oleh orang-orang yang suportif dan bersedia membantunya mencapai harapan itu.
“Alhamdulillah, saya rasa lingkungan SBM sendiri sangat mendukung selama saya di sini. Semua yang terlibat, mulai dari dosennya, stafnya, semua mendukung. Artinya kerjasama di sini sangat baik. Benar-benar sebuah keberuntungan bagi saya.”
Prinsip lain yang dipegang oleh Tjandra adalah bagaimana ia memandang tantangan-tantangan dalam hidupnya. Tjandra melihat tantangan sebagai sebuah konstanta, sesuatu yang selalu ada di dalam setiap tahapan hidup seseorang. Yang membedakannya hanya bentuknya saja. Tantangan ketika masih menjadi sekretaris pastinya sangat berbeda dengan yang dihadapi di posisinya sekarang.
Terlebih dari itu, Tjandra percaya bahwa salah satu kelebihan yang paling penting baginya dalam menghadapi tantangan-tantangan ini adalah kemampuan untuk tetap rasional ketika di bawah tekanan. Dengan ini, ia mampu melakukan pengambilan strategi yang tepat dan mengidentifikasi solusi yang cocok.
Tjandra juga percaya bahwa ia harus memisahkan jam kerja dengan jam istirahat. Ketika ia sudah sampai rumah, ia berusaha untuk melepaskan isu-isu kerja dan fokus pada waktu personal untuk beristirahat–meskipun ada saatnya di mana ia tetap harus mengurus pekerjaan kantor ketika di rumah. Di saat yang sama, ia melakukan tugasnya dengan serius dan selalu fokus ketika sedang di kampus atau area kerja lainnya.
Membuka Jalan Menuju Tujuan Berikutnya
Sebagai seorang insan yang tidak memiliki latar belakang manajemen maupun kewirausahaan, Tjandra telah belajar banyak sejak ia mulai merintis perjalanannya di SBM ITB. Salah satu hal yang ia sadari di periode pasca-pandemi ini adalah menurunnya suasana akademik di kampus, tidak hanya di SBM, tetapi di fakultas-fakultas lainnya juga. Dibutuhkan usaha untuk mengembalikan rasa semangat itu lagi dan membuat orang-orang merasa ingin menghabiskan waktunya di kampus. Hal ini sangat penting sekarang, mengingat adanya staf baru di SBM sehingga budaya positif di sekolah ini harus ditekankan dan diturunkan ke generasi berikutnya.
Tjandra merasa bahwa SBM sudah memiliki fondasi yang stabil dan sangat baik. Antusiasme dari staf dan mahasiswa terasa selama dia bekerja di sini, didukung lagi dengan testimonial dan akreditasi berbobot, yaitu akreditasi AACSB. Ia senang melihat banyaknya mahasiswa yang aktif mengejar pencapaian selama berkuliah di sini, mulai dari partisipasi dalam berbagai jenis perlombaan, kontribusi ke organisasi-organisasi mahasiswa, dan berbagai macam kegiatan lainnya yang mereka lakukan untuk mengisi waktu.
Hal yang sama dapat dikatakan mengenai dosen dan stafnya, yang juga telah meraih berbagai pencapaian. Belakangan ini, dosen dan staf SBM juga lebih sering berpartisipasi di dalam proyek-proyek pusat ITB dan berpadu untuk memberikan dampak lebih luas bersama fakultas-fakultas lainnya, tidak hanya terbatas di lingkup SBM saja sekarang.
“Komunikasi dan interaksi antara kami dengan teman-teman lainnya di fakultas lain dan pusat sangat penting. Kita mengerjakan bersama-sama, apalagi di masa ketika semuanya sudah multidisiplin sekarang,” kata Tjandra. “Yang harus dipikirkan sekarang adalah bagaimana kita bisa mempertahankan dan terus meningkatkan perpaduan ini, demi kebaikan SBM dan seluruh ITB juga.”