Pariwisata menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara. Namun sejak pandemi covid-19 melanda, industri pariwisata seolah luluh lantak. Untuk itu butuh beberapa perencanaan dan pengembangan yang matang untuk mengembalikan kehidupan industri pariwisata Indonesia.
Hal itu disampaikan Odo Manuhutu, Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia saat mengisi kuliah tamu kelas Business Leadership Executive MBA (BLEMBA) ITB Kampus Jakarta di Graha Irama, Jakarta (3/10). Odo berharap mahasiswa MBA ITB bisa turut menyumbang peran dalam pemulihan industri ini.
Menurut Odo, pariwisata Indonesia belum pulih sepenuhnya seperti tahun 2019. Angka kedatangan wisatawan mancanegara per Agustus 2023 hanya 46,04% dari angka 2019. Sementara kedatangan wisatawan dalam negeri mulai pulih. Hal ini terlihat pada angka yang dicatat oleh BPS, setidaknya per Juni 2023, angka kedatangan wisatawan dalam negeri telah mencapai 60% dari pencapaian 2019.
“Kita harus terus memperbaiki, mengembangkan, dan menggenjot pariwisata kita agar semuanya bisa kembali pulih seperti sedia kala,” ujar Odo.
Menurut Odo, Indonesia telah merancang kebijakan pariwisata dan ekonomi kreatif. Untuk jangka pendek, Indonesia berfokus kepada pemulihan pariwisata. Selanjutnya, untuk jangka waktu menengah, Indonesia berfokus untuk mencapai branding sebagai destinasi pariwisata yang berkualitas. Dan untuk jangka panjang, Indonesia menargetkan diri sebagai destinasi bernilai tinggi.
Setidaknya terdapat beberapa langkah yang sudah dimulai, di antaranya mengembangkan destinasi super prioritas (Candi Borobudur, Danau Toba, Likupang, Mandalika, dan Labuan Bajo) serta pengutilisasian aset pemerintah di destinasi wisata. Pemerintah juga berusaha untuk mengintegrasikan hal-hal terkait dengan kearifan lokal dari setiap daerah. Hal ini lantas membuat Pemerintah Pusat juga menggaet Pemerintah Daerah masing-masing serta memaksimalkan peran mereka dalam setiap pengembangan.
“Sehingga, hasil yang didapat dari setiap kerja kolaborasi ini dapat berjalan maksimal,” tambah Odo.
Indonesia juga tengah banyak menyelenggarakan kegiatan olahraga, industri kreatif, dan keagamaan secara berkala. Seperti kegiatan MotoGP di Pertamina Mandalika International Circuit.
Selain kebutuhan fisikal, Odo juga menyoroti bahwa dibutuhkan sumber daya manusia yang bermutu tinggi agar memberikan pengalaman yang baik kepada wisatawan. Hal ini dapat memberikan impresi pertama yang baik dan membuat mereka terus ingin kembali karena kenyamanan, kecantikan, dan keramahan.
Dari segi kebijakan luar negeri, Indonesia juga sedang memperluas kerjasama dengan negara-negara sahabat untuk mewujudkan Visa Free Policy, Digital Nomad, dan E-Visa.
“Kami mengincar para pekerja work from anywhere (WFA) untuk bekerja dari Indonesia sembari liburan,” jelasnya.
Selain itu menurut Odo peluang yang dapat diambil adalah industri perfilman. Pemerintah melibatkan semua pemain perfilman untuk dapat membuat filmnya di semua destinasi wisata super prioritas.
Sedangkan untuk jangka menengah, Indonesia akan fokus dalam keberlanjutan pengembangan destinasi super prioritas. Dan untuk jangka panjang, mulai 2031, Indonesia akan fokus kepada mengengembangkan Unique Selling Proposition dan Value dari destinasi wisata. Wisata hijau juga menjadi fokus karena dunia kini tengah fokus dalam implementasi SDGs.
Terakhir, Indonesia juga menargetkan Industry-Driven Tourism. Dalam mengimplementasikan kebijakan ini, banyak sekali tantangannya. Butuh investasi swasta agar beban anggaran pemerintah tidak banyak.
“Ada tiga kunci, penyederhanaan kebijakan perizinan, memberikan insentif yang kompetitif bagi pelaku usaha pariwisata, dan menyediakan infrastruktur dasar yang baik.” tutup Odo.