Hanya 25% dari bisnis yang berhasil bertahan hingga 15 tahun. Dan Oza Tea, menurut pemiliknya, Oza Sudewo, menjadi salah satu yang berhasil bertahan. Dia kini dikenal sebagai spesialis teh Indonesia.
Oza Tea fokus pada segmen business to business seperti kafe, hotel, dan restoran. Oza juga menjalankan pasar B2C namun dengan mencari keuntungan yang besar.
Oza membagikan pengalamannya membesarkan Oza Tea itu saat mengisi kuliah tamu bertema “Marketing Strategy Implementation” bagi mahasiswa MBA Entrepreneurship SBM ITB (29/11).
Oza Sudewo menyoroti nilai unik dari Oza Tea, yaitu 100% teh Indonesia. Oza yang tinggal di Bandung kemudian fokus pada bisnis teh karena Bandung merupakan satu-satunya wilayah di Indonesia yang dikelilingi oleh kebun teh. Tanpa teh, tidak akan ada Kota Bandung.
Dalam konteks pasar global, Oza menyampaikan bahwa teh Indonesia kurang dikenal dan seringkali dianggap sebagai teh oplosan. Harga pasar teh di Indonesia pun hanya sebesar US$ 1 per kilogram–padahal harga rata-rata dunia mencapai US$ 2-3 per kilo. Oza memiliki ambisi untuk mengangkat citra teh Indonesia di tingkat internasional.
Oza berbagi keberhasilannya berkolaborasi dengan BCA. Kolaborasi itu menghasilkan racikan teh istimewa yang dirancang khusus untuk menghadirkan “BCA in a Cup of Tea.” Dalam berbisnis, Oza berpegang pada tiga prinsip, yaitu kebebasan, kekuasaan, dan kekayaan, dengan menekankan pentingnya mengenali tujuan akhir bisnis, yakni Tuhan.
Dalam pengelolaan bisnis, Oza menekankan pentingnya penerapan prinsip segmentation, targeting, dan positioning (STP) serta teori 7P. Meskipun demikian, Oza Tea hanya fokus pada 3P, yaitu product, people, dan price. Oza pun menyarankan agar produk tidak terlalu berbeda dari tradisi suatu wilayah atau terlalu radikal untuk memastikan daya terima yang baik.