Proses pengambilan keputusan saat ini menjadi lebih kompleks karena mengandung tiga aspek, yaitu multi-attribute, kondisi yang serba tidak pasti, dan banyak stakeholder yang terlibat. Namun demikian ada teknologi informasi yang membantu proses pengambilan keputusan, yang tidak hanya membuat kita lebih rasional dengan pendekatan analitis atau matematis, tetapi juga membuat kita lebih kreatif dengan metode pencarian yang mendalam.
Demikian pandangan Prof. Kyoichi Kijima, guru besar Tokyo Institute of Technology seorang ahli system science dan System modeling, dalam pemaparannya pada Simposium Pengambilan Keputusan pertama di Indonesia, “Strategic Decision-Making Symposium 2024”, dengan tema “Navigating Impactful Decision Making in the Sustainable Digital Business Landscape,” yang diselenggarakan oleh Kelompok Keahlian Decision Making dan Strategic Negotiation, SBM ITB di Bandung pada Jumat (23/2).
Simposium ini bertujuan untuk menyebarkan pengetahuan tentang ilmu pengambilan keputusan, sehingga menjadikannya lebih dikenal secara luas sebagai disiplin ilmu yang penting, terutama pada level pengambilan keputusan strategis. SBM ITB berharap, kolaborasi antar pemangku kepentingan dari kalangan akademisi, dunia usaha atau industri, dan pemerintah dapat memperkaya perspektif kita dan memberikan panduan tentang bagaimana ilmu pengambilan keputusan di Indonesia harus dikembangkan. Simposium dimulai dengan sambutan dari Meditya Wasesa, Ph.D., pengajar SBM ITB dan ketua acara, yang disambung oleh sambutan sekaligus membuka acara Henndy Ginting, S. Psi., M.Sc., ketua Senat SBM ITB.
Prof. Kyoichi Kijima sendiri tampil sebagai pembicara pertama. Adapun Hariadi, Direktur Operasi dan Jasa Digital PT Pos Indonesia, tampil sebagai pembicara kedua. Hariadi menjelaskan pengambilan keputusan berdasarkan sudut pandang praktisi terutama pada korporasi milik negara.
Menurut Hariadi, proses pengambilan keputusan pada Pos Indonesia dalam menghadapi era VUCA (Volatility, Uncertainly, Complexity, and Ambiguity), sebagai kondisi perubahan yang begitu cepat dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sulit diduga dan dikontrol. Oleh karena itu, kata Hariadi, pemimpin perlu dibekali kompetensi pengambilan keputusan yang mampu menghadapi multi-dimensional challenge baik secara global maupun internal.
Sementara menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Agung Indrajit, pengambilan keputusan tidak dapat hanya dilakukan oleh semua orang yang terlibat pada data, karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni untuk melakukannya. Oleh karena itu diperlukan kolaborasi antara beberapa entitas seperti data scientist, data engineer, data analyst, dan pengambil keputusan itu sendiri. Agung mengatakan, pengambilan keputusan strategis adalah tentang kemampuan memindai lingkungan untuk mencari fenomena-fenomena baru dan pendorong perubahan, dan kemudian menerapkan teknik yang tepat untuk mengantisipasi evolusi perubahan dan ketidakpastian di masa depan.
Adapun Prof. Eric van Heck, Professor Manajemen Informasi dan Market dari Rotterdam School of Management, Erasmus University, mengatakan sebagian besar perusahaan hanya memaksimalkan profit. Padahal apabila dilihat dari “purpose and objective triangle”, mereka juga perlu fokus memaksimalkan kebahagaiaan manusia dan kualitas lingkungan dari planet ini.
Begitupun dengan pemerintah, kata Eric, mereka lebih memaksimalkan produk domestik bruto, sehingga tidak memerhatikan kualitas planet dan kebahagiaan manusia. Hal tersebutlah yang disebut gap. Dan sebagai pengambil keputusan, gap tersebut perlu diminimalkan. Eric berpesan kepada para pengambil keputusan, agar menyeimbangkan kembali tujuan dan objektif kita melalui 3P, yaitu kesetaraan antara manusia (people), planet, dan profit yang diukur dengan Indikator Kemajuan Asli (Genuine Progress Indicator/GPI).
Sejumlah panelis hadir mendiskusikan pemaparan dari para ahli yang hadir. Mereka di antaranya para akademisi seperti Prof. Utomo Sarjono Putro (Profesor di bidang pengambilan Keputusan) dan Prof. Togar Simatupang (Profesor di bidang Operasi dan Majemen rantai pasok) dari SBM ITB, serta Prof. Tomy Perdana dari (Profesor di bidang Agribisnis, Universitas Padjajaran).
Dari praktisi bisnis hadir Dr Sandhy Widhyastana selaku CEO MDI Ventures Singapore dan Dr. Berty Argiyatari selaku CEO PT Mostrans Global Digilog. Sedangkan pada sisi pemerintah, Purnomo Yustianto selaku Kepala Bagian Tata Laksana, Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat.
Simposium ini menyepakati beberapa hal. Di antaranya, pertanyaan tentang urgensi keberadaaan asosiasi pengambilan keputusan strategis di Indonesia. Simposium ini membuka jalan bagi kolaborasi berkelanjutan di masa depan, sehingga dampak inisiatif ini dapat meluas dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya ilmu pengambilan keputusan strategis untuk pembangunan bangsa dan negara di berbagai sektor, baik pemerintahan, industri dan bisnis, maupun pendidikan.