Pariwisata adalah salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian di Indonesia. Menurut catatan Kementerian Pariwisata, sepanjang tahun 2023, ada 11,68 juta kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Angka ini meningkat 98,3 persen dibandingkan tahun 2022. 

Banyak turis mancanegara yang rela datang jauh-jauh ke Indonesia untuk berwisata, terutama untuk mendatangi tempat wisata dengan alam yang indah. Di antaranya ke Bali, pulau yang memiliki panoram alam yang beragam dan luar biasa. Pada 2022, 46,72% wisatawan mancanegara berwisata ke Bali. Maka dari itu, sangatlah penting bagi kita untuk menjaga wisata alam ini demi keberlanjutan tourism di Indonesia. 

Namun demikian ada sisi gelap pariwisata. Sebanyak 10% dari GDP dunia berasal dari tourism. Sektor ini banyak membuka lapangan pekerjaan dan menjadi faktor penting perkembangan ekonomi. Namun, sektor pariwisata ini menyumbang sekitar 8%-11% emisi gas rumah kaca global setiap tahunnya. 

Mochamad Nalendra, alias Kak Ale, Certified Professional Marketer (CPM) Asia dan Global Sustainable Tourism Council (GSTC) Authorized Trainer dan pemilik Wise Steps Consulting menyebut ada beberapa kejadian yang justru merugikan pariwisata Indonesia karena kurangnya kesadaran akan prinsip pariwisata keberlanjutan. Di antaranya kebakaran savana di Bromo akibat penggunaan flare saat foto pre-wedding, jembatan kaca yang pecah di Banyuwangi, masalah sampah di Pantai Sanur, perilaku orang asing yang sewenang-wenang di Bali, hingga ritual Bali yang sudah terdegradasi menjadi pertunjukan wisata. Jika terus dibiarkan seperti ini, menurut Ale, destinasi wisata di Indonesia menjadi terancam keberadaannya.

“Sehingga diperlukan penerapan prinsip-prinsip pariwisata yang berkelanjutan,” kata Kak Ale saat mengisi kelas Hospitality & Tourism Marketing di Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung pada Kamis (25/4).  

Kelas ini juga diisi oleh dosen tamu dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yaitu Annisa Majdina dari Direktorat Wisata Minat Khusus. Menurut Annisa dan Ale, sustainable tourism adalah pariwisata yang memperhitungkan secara penuh dampak ekonomi, sosial dan lingkungan hidup saat ini dan masa depan, dengna tetap memenuhi kebutuhan pengunjung, industri, lingkungan hidup dan masyarakat tuan rumah. Apabila lingkungan dan kultur menjadi rusak, tidak ada alasan bagi orang untuk mengunjungi daerah wisata. Dampaknya, tidak ada lagi penghasilan di industri tersebut. Jika tidak ada penghasilan di industri tersebut, maka komunitas juga akan rusak karena kehilangan lapangan pekerjaan.

Mahasiswa yang mengikuti kelas ini tak hanya mendapatkan paparan dari dosen tamu. Namun mereka juga diminta untuk membentuk empat kelompok untuk mini workshop.Tiap kelompok diminta untuk bermain peran mewakili Destination Managers, Tourism Business Managers, Community, dan Government untuk memberikan saran-saran untuk sustainable tourism di daerah Lembang, Bandung, sebagai lokasi studi kasus.

Kontributor: Angeline Halim, Manajemen 2024