Komunitas punya peran penting dalam penentuan kebutuhan atau preferensi konsumen. Melibatkan komunitas dapat membantu menentukan potensial konsumen yang menjadi target pasar produk.

Kisah sukses Kuassamenunjukkan pentingnya keterlibatan komunitas dalam pengembangan produk dan penetrasi pasar. Kuassa adalah perusahaan yang khusus membuat plugin audio berkualitas tinggi, termasuk virtual studio technologu (VST), audio units-rack extension, ampli gitar digital, dan perangkat lunak plug-in efek mixing-mastering. Perusahaan ini didirikan di Bandung  pada tahun 2009 oleh sekelompok musisi yang memiliki minat yang sama terhadap proses kreatif musik. 

“Kita ini, bareng sama Dina Dellyana, pengajar SBM ITB dan musisi kala itu, berpikir kalau peralatannya dijual, dapat untung dari lisensinya, nanti kaya ya. Tapi tidak semudah itu,” kata Grahadea Kusuf, Co-Founder of Kuassa dan Direktur Start-Up Bandung, saat mengisi sesi mentoring The Greater Hub pada Jumat (3/5) di SBM ITB. 

Dalam sesi mentoring tersebut, Kusuf membahas potensi transformatif dari inisiatif bisnis berbasis komunitas pada ekosistem start-up. Kusuf merefleksikan awal mula Kuassa, yang awalnya dianggap sebagai upaya band untuk mendapatkan penghasilan dari lisensi perlengkapan audio. Dalam proses bisnisnya kemdian, Kuassa menjalin hubungan dengan influencer dan pemangku kepentingan dengan memanfaatkan komunitas mereka. 

Seiring dengan berkembangnya zaman, visi Kuassa pun ikut berkembang, melampaui batas untuk melayani banyak musisi dan produser global. Kuassa banyak digemari oleh musisi indie, sebagian besar konsumennya disebut “bedroom musician”. Selain itu, produser grup musik dan penyanyi populer di indonesia seperti Nadin Amizah, Reality Club, Hindia, dan Feast, adalah sebagian pengguna Kuassa–bagian dari komunitas musik.

Perjalanan Kuassa bukannya tanpa tantangan. Kusuf berbagi wawasan dalam menghadapi tantangan dinamis dalam dunia start-up. Dari jurang pertumbuhan yang sulit hingga daruratnya krisis COVID-19, Kuassa berhasil melewati badai dengan memanfaatkan kekuatan komunitas musik yang sudah ada.

Kusuf menggarisbawahi pentingnya menyelaraskan ambisi start-up dengan dinamika komunitas masing-masing. Pengusaha dapat memetakan arah pertumbuhan jangka panjang dan relevansi pasar dengan menerapkan konsep TAM, SAM, SOM  (Total Available Market, Served Available Market, and Serviceable Obtainable Market). Menurut Kusuf, menavigasi pasar adalah hal yang paling penting.

“Investor akan melihat potensi pertumbuhannya, sehingga perusahaan setidaknya perlu melakukan benchmarking dari perusahaan yang ada, seberapa besar pertumbuhannya dan berapa lama waktu yang dibutuhkan,” kata Kusuf. 

Dampak positif dari lingkungan start-up di Bandung jauh melampaui kemakmuran ekonomi, seperti yang terlihat dari kisah sukses seperti Evermos, Eiger, dan e-Fishery. Inisiatif-inisiatif ini tidak hanya menambah nilai nyata, namun juga mewakili semangat inovasi berbasis komunitas, memanfaatkan bakat dan sumber daya lokal untuk mencapai dampak global.

Kontributor: Agustin Anandia Kartika, Manajemen 2024