Penjualan berbasis business to business (B2B) biasanya memiliki marjin profit yang lebih rendah dari business to consumer (B2C). Hal ini menyebabkan anggaran pemasaran B2B juga lebih rendah. Melihat limitasi anggaran, pemasar B2B harus lebih bijak dalam pengeluarannya.

“Dalam pemasaran B2B, kita tidak memiliki banyak peluru, jadi kita harus menembakkan peluru kita di saat yang tepat,” kata Muhammad Rafiq, the Head of Segment Marketing & Inside Sales Indosat Business, saat mengisi kuliah tamu mahasiswa MBA Eksekutif di SBM ITB Bandung pada Senin (3/6). 

Menurut Rafiq, dalam pemasaran B2C, pemasar harus memiliki strategi ntuk menargetkan sebanyak mungkin calon pelanggan. Namun cara ini tidak berlaku untuk pemasaran B2B. 

“Pasar B2C adalah pasar dengan volume tinggi dan nilai rendah, sedangkan pasar B2B adalah pasar dengan volume rendah tapi nilai tinggi,” jelas Rafiq.

B2B berarti menjual produk ke entitas yang menjalankan bisnis. Dalam bisnis, keputusan dibuat untuk mewakili kepentingan seluruh organisasi, bukan hanya satu unit kerja. Adapun soft skill yang penting dimiliki oleh pemasar B2B adalah mendengarkan, empati, menganalisis, merencanakan, dan melacak, kata Rafiq.  

Mendengarkan berarti mengetahui masalah bisnis yang dimiliki pelanggan. Sedangkan empati berarti memahami apa yang diinginkan pelanggan, dengan mempertimbangkan konteks bisnis yang mereka hadapi. 

Masalah bisnis sangat beragam. Tetapi sebagai perusahaan IT, kata Rafiq, biasanya Indosat memberikan solusi permasalahan efisiensi bisnis. Setelah mengetahui keinginan dan kebutuhan pelanggan, pemasar harus menganalisis dan menerjemahkannya menjadi fitur produk. Langkah-langkah di atas tersebut adalah input dari tahap perencanaan. 

Menurut Rafiq, perencanaan adalah keterampilan paling sulit karena melibatkan pengambilan keputusan. Peran seorang tenaga pemasar adalah menentukan arah apa yang akan diambil perusahaan setelah semua informasi dianalisa. 

Keterampilan terakhir adalah melacak. Pelacakan dalam B2B berbeda karena siklus penjualannya lebih lama daripada B2C, sehingga data sulit dicatat secara nyata.

Karena pasar B2B sangat penting bagi perusahaan, salah satu keterampilan yang harus diasah oleh pemasar B2B adalah manajemen pemangku kepentingan internal. B2B membutuhkan koordinasi internal yang lebih besar karena nilai penjualan dalam satu transaksi lebih besar. Semakin besar transaksi, semakin lama waktu yang dibutuhkan dan semakin besar upaya kordinasi internal untuk transaksi tersebut. 

Rafiq bercerita, dia pernah mendapatkan prospek penjualan B2B pada Januari 2018. Tetapi baru berhasil closing penjualan pada Juni 2019. Dalam kasusnya, kesabaran dan keterampilan manajemen pemangku kepentingan penting untuk membuat transaksi berjalan lancar. 

Sementara itu, program loyalitas pelanggan dalam B2B, menurut Rafiq, harus diterapkan dengan penuh pertimbangan. Pemasar B2B harus kreatif untuk mencari cara untuk memberikan insentif program loyalitas tanpa melanggar hukum. Sebab peraturan antigratifikasi sudah menjadi norma dalam bisnis di Indonesia. 

“Navigasi batasan legal dalam program loyalitas B2B adalah seni,” kata Rafiq. 

Salah satu taktik yang Rafiq kerap gunakan untuk menarik pelanggan B2B adalah, dengan mengundang karyawan dari perusahaan kliennya sebagai pembicara di acara Indosat. Dengan cara ini pelanggan merasa dihargai dan meningkatkan frekuensi interaksi antara Indosat dan pelanggan B2B.

Kontributor: Muhammad Lauda, MBA YP 69