Negara yang sejahtera dan maju bermula dengan pemberdayaan Sumber Daya Alam (SDA) Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang mengusung prinsip keberlanjutan. Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Hendroyono menyampaikan hal ini saat mengisi kuliah tamu Environmental Management System di SBM ITB pada Jumat (26/7). 

Dalam kuliah tersebut Bambang mengusung materi bertajuk Transglobal Leadership untuk Keberlanjutan: Menjadi Eco Entrepreneur yang Tangguh. Menurut Bambang, gerakan pengembangan Eco-Entrepreneur bertujuan mewujudkan keberlanjutan landscape-seascape, didasari oleh Pasal 33 ayat 4 dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945. 

“Pengembangan Eco-Entrepreneur menjadi fondasi dasar dalam menjaga dan melestarikan lingkungan untuk generasi mendatang,” jelas Bambang.

Bambang menekankan pentingnya kepemimpinan transglobal dalam pengembangan Eco-Entrepreneurship untuk keberlanjutan, yang melibatkan aspek yuridis, teknis, saintifik, dan manajemen tata kelola. Dimulai dari pembenahan kebijakan, lalu mengatur dengan kebijakan tersebut. 

“Kemudian menjadi pemimpin global yang berdampak dan meningkatkan produktivitas melalui tata kelola yang baik,” ujarnya.

Menurut Bambang,  Eco-Entrepreneurship mencakup enam elemen kecerdasan, yaitu kognitif, moral, emosional, budaya, bisnis, dan global intelejensia. Mahasiswa SBM diharapkan mampu menjadi pemimpin global yang menjalankan dan mengembangkan kegiatan bisnis berkelanjutan, ramah lingkungan, dan berdampak positif bagi masyarakat serta lingkungan hidup.

Bambang mengatakan, Indonesia telah menunjukkan pencapaian signifikan dalam mengimplementasikan transglobal leadership dan misi keberlanjutan melalui Program PROPER. Sejak dimulai pada tahun 1997, PROPER telah mengalami berbagai peningkatan, seperti integrasi tiga media (air, udara, dan limbah B3) pada tahun 2005 dan evaluasi melalui SIMPEL pada tahun 2019. Pada tahun 2023, sebanyak 3.694 industri berpartisipasi, menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan dengan inovasi seperti Life Cycle Assessment (LCA) dan Social Return on Investment (SROI).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menurut Bambang telah berhasil mengembangkan keberlanjutan dalam sektor infrastruktur, pengelolaan PLTA, dan pertambangan. Contoh konkret adalah pembangunan Tol Pekanbaru-Dumai (Perrmai) yang dilengkapi terowongan untuk perlintasan gajah, program Biodiversity Management Plant (BMP-AP) untuk Upper Cisokan Pump Storage, dan perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup pascatambang.

Pengembangan teknologi pemulihan kualitas air berbasis alam juga menjadi fokus penting. Contoh penerapan teknologi ini terlihat di Baima Cina, di mana kanal digunakan untuk mengumpulkan dan menyalurkan air limbah. Program serupa dikerjakan oleh mahasiswa SBM melalui program Circular Dago, yang dikenal dengan “Susur Gang”, bertujuan menemukan potensi pariwisata dengan melibatkan 11 komunitas lingkungan di daerah Dago, Bandung.

Bambang juga menyoroti Ibu Kota Negara (IKN) yang baru sebagai contoh visi keberlanjutan. IKN dirancang menjadi ecocity dengan kolaborasi di kawasan seluas 256.000 hektar, dengan target 60-70% wilayahnya berwawasan hutan.

“Sebagai ecopreneur, boleh untuk berbisnis, tetapi jangan membuat bisnis yang berdampak ke lingkungan dan merusak kesejahteraan masyarakat. Tanpa transglobal leadership, visi tanpa moral dan keteraturan, ecopreneur tidak akan berhasil,” kata dia.  

Ia mendorong mahasiswa untuk menjadi eco-entrepreneur yang mampu memimpin, membangun inovasi, serta memahami dan mengembangkan transglobal leadership, sehingga meningkatkan ketahanan ekologi dan kesejahteraan masyarakat.

Kontributor: Hansen Marciano, Manajemen 2025