Kecerdasan Buatan dapat dimanfaatkan untuk keperluan penulisan dan penelitian akademis. Namun demikian, tantangannya adalah bagaimana agar penerapannya tidak melanggar kaidah ilmiah.
Dr. Eng. Ir. Sunu Wibirama, S.T., M.Eng., dosen dari Fakultas Teknik Elektro dan Informasi Universitas Gadjah Mada, menjelaskan manfaat dan tantangan penggunaan kecerdasaran buatan dalam penelitian tersebut saat mengisi seminar yang digelar bersama oleh SBM ITB dan Fakultas Teknik Elektro dan Informasi Universitas Gadjah Mada secara daring dan offline di Gedung Freeport SBM IT (8/8).
Menurut Sunu, kecerdasan buatan adalah bidang penelitian yang membahas tentang rangkaian aktivitas dalam rangka pengambilan keputusan secara otomatis. Proses tersebut meliputi pembelajaran dan koreksi diri terhadap komputer. Kecerdasan buatan generatif menggunakan algoritma pembelajaran mesin untuk membuat suatu konten yang bersifat asli dan baru, yang tentunya meliputi gambar, video, teks, dan audio suara.
Kecerdasan buatan menurut Sunu dapat digunakan untuk merencanakan desain penelitian dan membuat rekomendasi mengenai sumber data penelitian, mengumpulkan data penelitian yang akan diolah, melakukan analisis data penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian, dan kebutuhan membuat penulisan, serta meningkatkan kualitas penulisan penelitian yang lebih teratur. Kecerdasan buatan sangat membantu jika peneliti merupakan individu yang cukup ahli dan kompeten dalam bidang yang diteliti tersebut.
Oleh sebab itu, perlu adanya validasi dari hasil yang diterima dari kecerdasan buatan tersebut. Sebab kecerdasan buatan tidak bertanggungjawab secara etis untuk mendiskusikan tentang hasil ilmiah, sehingga tidak boleh ditulis dalam penamaan di laporan penelitian.
Ada kekhawatiran, menurut Sunu, terutama secara etika terkait penggunaan kecerdasan buatan dalam penelitian ilmiah. Aplikasi tersebut dinilai kurang kognitif karena tidak diatur oleh prinsip etika dalam melakukan penelitian dan penulisan secara akademis, kekhawatiran privasi karena tidak adanya dasar hukum untuk pengumpulan dan penyimpanan data secara pribadi, menyangkut aspek keberagaman dan gender yang di mana aplikasi tersebut tidak dilatih pada data yang sudah disiapkan oleh operator aplikasi tersebut, dan menyangkut aspek komprehensif yang aplikasi tersebut mencakup seluruh informasi yang bisa dicari melalui Internet.
Menurut Sunu, sudah ada studi kasus yang membahas tentang penggunaan aplikasi kecerdasan buatan untuk kebutuhan penelitian secara akademis. Aplikasi kecerdasan buatan dapat digunakan untuk kebutuhan analisis data. Tingkat keakuratannya dinilai cukup akurat jika dibandingkan dengan analisis data secara manual.
Analisis kesenjangan pada penelitian juga dapat menggunakan aplikasi kecerdasan buatan. Namun demikian dibutuhkan Prinsip STEAM, supaya hasil analisis tersebut akurat dan optimal.
Lebih lanjut, menurut Sunu, kecerdasan buatan generatif menyediakan peluang untuk meningkatkan kualitas penelitian yang disertai dengan penulisan secara akademis. Oleh sebab itu, beberapa permasalahan mengenai etika penelitian dan hukum penulisan harus dipertimbangkan sebelum menggunakan aplikasi yang berbasis kecerdasan buatan. Peneliti dapat menggunakan aplikasi tersebut untuk membantu rekomendasi penulisan, namun peneliti perlu memastikan bahwa hasil dari aplikasi yang dipaparkan tersebut telah divalidasi, supaya hasil penelitian dapat dipaparkan secara optimal.