Associate Professor of Sustainable Investment SBM ITB, Yunieta Anny Nainggolan, mengatakan penerapan Green Financing sangat penting dalam mendorong pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut ia sampaikan saat berbicara dalam workhsop ketiga bertajuk “Environmental, Social, and Governance (ESG)” pada Konferensi Internasional Manajemen di Pasar Berkembang 2024 (ICMEM) yang digelar SBM ITB pada Kamis (29/8). 

“Green Financing sangat penting untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, tetapi ini bukan tugas yang mudah,” kata Yunieta. 

Menurut Yunieta, dukungan pemerintah menjadi hal terpenting karena mereka adalah penyusun kebijakan, termasuk taksonomi yang mengklasifikasikan apakah sebuah perusahaan termasuk dalam green financing atau tidak, serta memberikan pendekatan berbeda terkait insentif dan subsidi. Oleh karena itu, pemerintah memainkan peran kunci dalam mendukung pemangku kepentingan lain dalam menerapkan ESG.  

Yunieta menekankan bahwa investasi dalam proyek-proyek ramah lingkungan, seperti energi terbarukan dan efisiensi energi, adalah langkah yang tak terelakkan. Menurutnya, tidak ada jalan lain, ESG harus menjadi prioritas utama, terutama dalam aspek lingkungan. Sementara aspek sosial dan tata kelola sudah ada dalam organisasi, lingkungan adalah faktor yang paling terdampak oleh gangguan.

Namun, Yunieta juga mengakui adanya tantangan signifikan yang dihadapi oleh Green Financing di pasar berkembang. Banyak orang yang masih belum benar-benar memahami dan mengadopsi Green Financing di pasar berkembang, sehingga membuat upaya promosi dan menarik investor menjadi lebih sulit. Tantangan lain yang disebutkan adalah kurangnya standarisasi universal, transparansi, akuntabilitas, serta biaya dan aksesibilitas yang tinggi.

Mengulas kondisi di Indonesia, Yunieta mencatat bahwa dana sebesar USD 1,25 miliar yang dihimpun dari Green Sukuk pertama Indonesia pada 2018 sepenuhnya diinvestasikan dalam proyek-proyek hijau sesuai dengan Kerangka Hijau negara. Sukuk ini berhasil menarik minat beragam investor, dengan 32% dari pasar Islam, 25% dari Asia, 15% dari Uni Eropa, 18% dari AS, dan 10% dari dalam negeri.

“Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) juga telah mendukung Dana Lingkungan Hidup Indonesia dengan program-program tematik yang mencakup hibah, pinjaman, dan dana abadi senilai total USD 1,6 miliar, yang didukung oleh UNDP,” tambahnya.

Yunieta optimis terhadap masa depan Green Financing, dengan proyeksi pertumbuhan yang terus berlanjut dan semakin kuatnya integrasi kriteria ESG dalam keputusan finansial. Penelitian menunjukkan bahwa generasi milenial lebih tertarik pada perusahaan yang berkelanjutan. Menutup sesi, Yunieta menyerukan kolaborasi luas untuk mendorong Green Financing. 

“Mari kita bekerja bersama dalam Green Financing untuk pembangunan masa depan yang berkelanjutan,” ajaknya.

Kontributor: Hansen Marciano, Manajemen 2025