Belajar merupakan proses atau upaya manusia untuk menumbuhkembangkan pengetahuannya. Baik belajar secara individual maupun organisasional. Sementara pengetahuan merupakan hasil belajar, yang menentukan sikap dan perilaku, juga kapasitas manusia untuk mampu berubah, beramal atau bertindak lebih efektif.
“Belajar dan pengetahuan adalah suatu yang tidak dapat terpisahkan, seperti yin dan yang,” kata Prof. Dr. Ir. Jann Hidajat Tjakraatmadja, guru besar Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung saat mengisi kuliah umum yang digelar oleh SBM ITB di Bandung pada Jumat (20/9). Acara ini dihadiri oleh kurang lebih sekitar 300 lebih mahasiswa SBM ITB.
Dalam kuliah umum tersebut, Prof. Jann Hidajat membawakan topik “Transendental Knowledge Management”. Prof. Jann menekankan pentingnya belajar secara transendental. Yakni, untuk yakin bahwa kapasitas pikiran dan rasa manusia terbatas. Untuk itu, butuh bimbingan dengan mempelajari transendental guna mendapat pengetahuan “kasih sayang” dari yang Maha Kuasa (Ilmu Laduni) agar selamat dan berhasil menggenggam dunia dan akhirat.
Menurut Jann, transendental merupakan satu dari Segitiga Modal Insani yang dimiliki oleh seorang manusia yaitu Transendental/Spiritual Quotient(TQ/SQ), Intelektual Quotient (IQ), dan Emotional Quotient (EQ). Transendental/Spiritual Quotient(TQ/SQ) melibatkan akhirat dengan fungsi kualitas rekaman qolbu alias jiwa. Sementara Intelektual Quotient (IQ) yang melibatkan dunia dan memiliki fungsi kualitas rekaman informasi. Adapun Emotional Quotient (EQ) melibatkan dunia dan memiliki fungsi kualitas rekaman mental.
Jann menambahkan, terdapat empat dimensi dalam kehidupan manusia di dunia. Yakni dimensi qolbu (jiwa), dimensi raga, nafsu (syahwat) dan juga setan.
“Manusia yang baik adalah manusia yang dapat mengendalikan raganya,” jelas Jann. “Jika raga yang tidak dikendalikan oleh jiwanya, maka raga tersebut akan liar oleh nafsu dan setan.”
Kuliah umum dilanjutkan dengan talkshow bertema “Pengetahuan, Kebijaksanaan dan Spiritualitas: Fondasi untuk Masa Depan yang Berkelanjutan”. Tiga narasumber mengisi talkshow tersebut, yaitu Heru Prasetyo, Priyantono Rudito dan Prof. Dian Masyita.
Dian Masyita punya pengalaman spiritual dalam hidup pada saat krisis ekonomi 1998, semua teori ekonomi sudah tidak ada artinya lagi. Ia mencari makna hidup di tempat lain dan akhirnya menemukan tujuan yang lain.
“Unsur spiritual (mencari makna hidup) adalah suatu hal yang mendorong kita untuk melakukan suatu hal,” kata pengajar Universitas Islam Internasional Indonesia tersebut.
Sementara Heru Prasetyo menjelaskan tentang knowledge management lebih dalam dunia praktik. Menurut Heru, manusia memiliki dua sumber power yang dipakai oleh para leader, yaitu power dari posisi (Rewards, Coercion, Legitimacy) dan juga power dari manusia (Expertise, Reference).
“Jika kita menginginkan lebih banyak power, maka kita akan membutuhkan lebih banyak pengetahuan juga untuk mencapainya,” kata prakitisi knowledge management tersebut.
Priyantono Rudito, seorang pakar human capital, menjelaskan tentang tantangan leadership. Terdapat tiga tantangan leadership yang pasti akan ditemukan dalam hidup yaitu menentukan keinginan masa depan, melangkah ke depan dengan sumber daya yang dimiliki saat ini, dan memakai sumber daya yang dimiliki dengan semaksimal mungkin.
“Sumber daya yang paling baik adalah diri sendiri dan orang-orang yang ada di dalam hidupmu.”