Didorong oleh motto “passion is a profession,” Dessy Nur Anisa Rahma, yang begitu mencintai kerajinan tangan kemudian mendirikan PUKA, sebuah bisnis yang tidak hanya berkembang di industri kerajinan tangan, namun juga memperjuangkan inklusivitas dengan memberdayakan para penyandang disabilitas. Nama “PUKA” diambil dari Pulas Katumbiri, sebuah frasa dalam bahasa Sunda yang berarti ” goresan pelangi,” yang mencerminkan kerajinan tangan penuh warna yang dibuat oleh para pengrajin PUKA.
Brand ini dengan bangga mengusung tagline, “From Disability to Artability” yang menggambarkan misinya untuk mengubah persepsi tentang disabilitas dengan mengapresiasi bakat dan kesenian para pengrajin disabilitas. Dessy, alumni program MBA dan pendiri PUKA, menceritakan pengalamann tersebut saat menjadi dosen tamu mata kuliah Operasi dan Rantai Suplai program MBA di Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) pada Rabu (30/10).
Sebagai lulusan MBA ITB, Dessy memanfaatkan keahlian bisnis dan semangat kewirausahaannya untuk menciptakan sebuah wadah yang berarti bagi para pengrajin disabilitas. Sejak didirikan, PUKA telah mencapai pencapaian yang signifikan.
Berawal dari usaha kecil yang diproduksi sendiri pada tahun 2015, PUKA berkembang menjadi platform yang memberdayakan para penyandang disabilitas, yang memungkinkan mereka untuk memamerkan keterampilan mereka melalui produk buatan tangan berkualitas tinggi. Dengan berkolaborasi dengan sekolah luar biasa (SLB) setempat, PUKA merekrut dan melatih para pengrajin penyandang disabilitas, mengembangkan komunitas yang inklusif bagi mereka untuk mengembangkan keahlian mereka.
PUKA menawarkan berbagai aksesoris warna-warni, termasuk gelang, kalung, gantungan kunci, tas, dan sepatu. Setiap barang dibuat dengan presisi dan kreativitas oleh para pengrajin penyandang disabilitas, membuktikan bahwa produk-produk ini dapat memikat pelanggan karena kualitas dan desainnya, bukan karena belas kasihan.
Perjalanan PUKA bukannya tanpa tantangan. Salah satu rintangan utama adalah mengelola kapasitas produksi karena keterbatasan fisik para pengrajin disabilitas. Namun, Dessy melihat tantangan ini sebagai peluang untuk memperluas tenaga kerja dan menciptakan lebih banyak lagi kesempatan kerja. PUKA juga telah menggunakan strategi digital dan bermitra dengan marketplace seperti Tokopedia, TikTok Shop, dan Shopee untuk menjangkau konsumen yang lebih luas.
Ke depannya, PUKA bertujuan untuk meningkatkan impact-nya dengan merekrut pengrajin dari kota-kota lain dan berpartisipasi dalam acara-acara internasional untuk memamerkan produknya secara global. PUKA juga berencana untuk mendorong pertumbuhan pendapatan di berbagai saluran penjualan dan mengejar inisiatif ekonomi berkelanjutan dengan menciptakan produk-produk cantik dari bahan daur ulang.
Perjalanan Dessy sangat menginspirasi para mahasiswa MBA saat ini, yang menemukan contoh bagaimana kewirausahaan dapat menyatu dengan dampak sosial untuk mendorong perubahan. Melalui PUKA, Dessy menunjukkan kekuatan praktik bisnis yang inklusif, menantang persepsi masyarakat, dan mengangkat komunitas yang terpinggirkan