Ekonomi sirkuler dapat dimaknai sebagai suatu sistem industri bebas limbah dan polusi. Tujuannya untuk menjaga produk supaya tetap dipakai dengan maksimal. Aspek restoratif ini dinilai mempunyai keberlanjutan energi yang lebih tinggi, sehingga penggunaan material dan sumber energi jauh lebih hemat dan efisien.

Ekonomi sirkuler juga berhubungan dengan material biologis dan teknis. Tujuannya untuk meminimalkan kebocoran sistematis dan aspek eksternal secara negatif dalam perusahaan. Namun untuk menerapkan ekonomi sirkuler, dibutuhkan partisipasi seluruh pihak untuk mempelajari, membuat strategi, mempraktikkan, dan mengevaluasi tindakannya sesuai dengan kapasitas perusahaannya masing-masing.

Demikian disampaikan Chairperson of Advisory Board Social Investment Indonesia, Jalal, saat menjadi pembicara Avirama Talks bertajuk “Sistem Perekonomian Sirkuler untuk Membangun Masa Depan yang Berkelanjutan” di Bandung pada Jumat (25/10). Menurut Jalal, beberapa perusahaan besar seperti Patagonia, Unilever, dan Nature & Co, telah memiliki aspek keberlanjutan dalam memajukan perusahaan.

Sementara itu, Ika Roseliyana, Sekretaris Jenderal Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO), yang juga hadir sebagai pembicara membagikan pengalaman bagaimana IPRO meningkatkan pengumpulan dan proses daur ulang kemasan bekas. Sebagian besar aktivitas IPRO dilakukan dengan cara meningkatkan kesadaran terhadap konsumen dan publik mengenai pengelolaan daur ulang sampah, pengembangan dan pelatihan untuk pihak pengumpul sampah untuk meningkatkan kemampuan dalam proses daur ulang sampah, dan melakukan integrasi terhadap sektor informal terhadap perekonomian secara formal dengan menyediakan kesejahteraan sosial yang lebih baik.

Dalam proses bisnisnya, IPRO mengimplementasikan tahapan pengembangan untuk menjawab tantangan perusahaan yang akan terjadi. Dengan memperhatikan pengaturan dasar pada perusahaan, keterlibatan pada pemangku kepentingan perusahaan, menganalisis stabilisasi pasar, dan aspek efisiensi dan optimasi sistem, dapat menyelesaikan tantangan perusahaan. Mulai dari tantangan fragmentasi regulasi, kurangnya kesadaran dan tanggung jawab produsen, pasar daur ulang yang mengalami ketidakstabilan, dan proses pengumpulan dan pemilahan sampah yang tidak efisien. 

Adapun Melia Famiola, pengajar di SBM ITB, penerapan inovasi sosial untuk mewujudkan ekonomi sirkuler, dapat diterapkan melalui Kampung Sirkuler. Secara umum, kata Melia, Kampung Sirkuler menerapkan kreasi ekonomi, pengembangan sistem makanan, dan konservasi dalam dan manajemen limbah. Kampung Sirkuler didefinisikan sebagai suatu lingkungan masyarakat yang tangguh dan tumbuh, yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan mengalami perubahan melalui inovasi. 

Melia mencontohkan penerapan dari SBM ESG Hexagon. Inisiatif tersebut meliputi kemitraan dengan pihak yang terkait, pendidikan secara berkelanjutan, tata pengelolaan universitas, penelitian dan pengembangan terkait dengan ESG, praktik keberlanjutan dalam masyarakat sosial, dan keterlibatan terhadap pemangku kepentingan yang terkait. Menurut Melia, prinsip utama ekonomi sirkuler adalah mengeliminasi polusi dan pembuangan, menyirkulasi produk dan materi menjadi nilai yang lebih baik, dan generatif terhadap lingkungan alam.

Kontributor: Adriel Fauzana, MBA YP 2023