Vietnam sedang menjadi buah bibir sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan manufaktur terbaik di kawasan. Untuk itu, 19 dosen dan mahasiswa dari program Business Leadership Executive MBA, SBM ITB, mengunjungi Thang Long Cement Plant di Quang Ninh, Vietnam, pada Kamis (28/11). 

Kunjungan tersebut untuk memahami bagaimana industri berat bekerja di Vietnam. Serta untuk menghubungkan praktik bisnis dan teori yang telah dipelajari dalam mata kuliah Doing Business in Asia.

Selama kunjungan tersebut, peserta diajak berkeliling pabrik dan diperkenalkan pada berbagai tahapan lini produksi, mulai dari pengolahan bahan mentah hingga menjadi produk jadi. Hal ini memberikan wawasan mendalam tentang proses teknologi yang kompleks dalam industri semen. Tidak hanya itu, manajemen Thang Long Cement Plant juga memaparkan sejarah perusahaan, visi dan misi, pencapaian, serta strategi pengembangan di tengah ketatnya persaingan di industri semen Vietnam.

“Di kunjungan yang luar biasa ini, saya baru mengetahui bahwa mayoritas pemegang saham Thang Long Cement Plant berasal dari Indonesia. Sangat membanggakan bahwa perusahaan sebesar ini bisa menjadi perwakilan Indonesia yang sukses beroperasi di negara lain,” kata Tariska Roseliny, salah satu mahasiswa BLEMBA angkatan 34 yang ikut dalam kunjungan. 

Melalui sesi berbagi perusahaan, mahasiswa belajar banyak hal, terutama terkait komitmen Thang Long Cement Plant dalam menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan. Perusahaan telah berhasil menggantikan lebih dari 50% bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. 

Langkah tersebut menunjukkan keberhasilan strategi perusahaan dalam menghadapi tantangan bisnis sekaligus menjaga keberlanjutan. Di sisi lain, mahasiswa juga mendalami pentingnya memahami budaya lokal sebagai langkah awal ekspansi bisnis ke luar negeri. 

“Untuk menjalankan bisnis di negara lain, kita harus memahami budaya setempat. Jika kita paham budaya mereka, penetrasi pasar akan lebih mudah, apalagi dengan dukungan pemerintah lokal. Budaya dan etika adalah kunci utama,” jelas Tariska.

Kunjungan ini juga menjadi bentuk aplikasi nyata dari mata kuliah Management of Innovation, Technology, and Entrepreneurship (MITE), di mana mahasiswa mempelajari bagaimana sebuah perusahaan dapat bertahan dan terus berinovasi, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional. Di tengah kondisi oversupply semen di pasar global, perusahaan seperti Thang Long Cement harus mampu mengatasi penurunan harga dengan optimalisasi biaya dan peningkatan kualitas produksi agar tetap kompetitif di pasar.

“Belajar dari industri besar seperti ini mendorong kami untuk lebih berinovasi dan beradaptasi. Tantangan besar pasti akan datang, sehingga strategi operasional dan pengelolaan rantai pasok harus dipersiapkan dengan matang,” kata Tariska. “Sebenarnya, banyak perusahaan Indonesia yang memiliki potensi untuk scale up ke pasar internasional. Baik industri besar maupun usaha kecil dan menengah (UKM), peluangnya tetap besar asalkan mampu menghadapi hambatan pasar dan memastikan product-market fit.”

Melalui kunjungan ini, mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk mengintegrasikan berbagai ilmu dari mata kuliah yang telah dipelajari, seperti inovasi, keuangan, etika, pemasaran, dan kebijakan pasar, dalam konteks nyata. Program Doing Business in Asia ini membekali mahasiswa MBA SBM ITB dengan pemahaman komprehensif untuk menghadapi tantangan bisnis di masa depan.

Kontributor: Hansen Marciano, Manajemen 2025