Melia Famiola Hariadi adalah seorang dosen SBM ITB dengan latar belakang pendidikan ilmu pertanian. Ia memiliki kepedulian mendalam terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan di Indonesia. Ditanya mengenai latar belakang pendidikannya yang jauh dari bisnis, yang kemudian menekuni isu keberlanjutan, Melia mengatakan kata kuncinya adalah selalu eksploratif.
“Ketika kita bereksplorasi dan menyelaraskan praktik dengan teori, akan ada umpan balik dan ilmu baru yang memberikan keterampilan hidup di dunia nyata,” ujar Melia.
Masa Kecil yang Berpindah-pindah
Melia berasal dari keluarga pegawai negeri, sehingga ia sering berpindah-pindah tempat tinggal. Masa kecilnya banyak dihabiskan di kabupaten, dan kota-kota kecil jauh dari kota provinsi, termasuk di Lubuk Sikaping, perbatasan Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
Pada 1995, untuk mengejar impiannya menjadi arsitek di perguruan tinggi favorit, Melia memutuskan untuk tinggal di kos dan bersekolah di SMA 2 Padang. Meskipun awalnya meragukan pilihannya, ia kemudian memilih untuk melanjutkan studi di bidang Agroindustri di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan yang menjadi awal perjalanannya di dunia pertanian.
Tersesat di Jalur yang Benar
Awalnya, Melia merasa bahwa industri pertanian bukanlah passion-nya. Namun, ia tetap melanjutkan kuliah dengan harapan akan mempelajari sesuatu yang berguna di masa depan.
“Belajar pertanian itu penting untuk kehidupan, apalagi sekarang dengan isu sustainability. Dengan latar belakang ini, saya jadi memahami berbagai isu dan tantangan di bidang ini,” ungkap Melia.
Pemahaman tersebut membawanya melanjutkan studi ke jenjang S2 di Teknik Industri ITB, dengan fokus pada industri berbasis pertanian. Ia menyadari bahwa tantangan utama Indonesia bukan hanya pada ragam produk pertanian, tapi sisi hilir menjadikannya sebuah industri dengan nilai tambah lebih tinggi. Sekarang tantangan itu makin terasa. Kita sangat bermasalah dalam hal sistem pangan yang berkelanjutan saat ini.
Ajakan untuk Mengajar
Pada tahun 2002, Melia lulus dengan tesis yang membahas industri pertanian berbasis sosial dan lingkungan. Tesis ini menarik perhatian Prof. Surna Tjahja Djajadiningrat (Prof Naya) yang menjadi dosen penguji. Saat itu Prof Naya menjabat sebagai Direktur Jenderal Kementerian ESDM. Prof. Naya menganggap, jika dikembangkan, studi Melia bisa kontribusi besar dalam isu keberlanjutan yang saat itu masih jarang dibahas di Indonesia.
“Melihat tesis saya, beliau kaget karena isu sustainability sangat jarang dibahas di Indonesia. Beliau menganggap apa yang saya jelaskan sangat penting untuk ekonomi berkelanjutan khususnya industri pertanian,” kata Melia.
Dari situ, ia diajak untuk menemani Prof. Naya mengajar di berbagai universitas terkemuka. Terkadang ikut sharing materi kuliah kepada mahasiswa termasuk Universitas Indonesia dan Univversitas Padjajaran. Akhirnya Prof Naya dan Melia bersama-sama menulis buku pertama mereka berjudul “Eco-Industrial Park: Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan” pada 2004.
Kontribusi untuk Membantu para Founder SBM ITB
Pada 2003, Melia diajak membantu Prof. Naya dan para pendiri Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB. Ia terlibat dalam berbagai persiapan, seperti promosi dari kota ke kota, yang menjadi cikal bakal berdirinya SBM ITB pada 31 Desember 2003.
“Saat itu, Prof. Naya bertanya apakah saya ingin menjadi tenaga administrasi atau dosen? Karena untuk menjadi dosen, saya harus memiliki gelar S3. Akhirnya, saya memutuskan untuk menjadi tutor sementara dan mengambil fokus sustainability serta CSR,” ungkapannya.
Menempuh S3 dan Kembali ke Indonesia
Pada 2009, Melia melanjutkan studi PhD di bidang Sustainable Corporation di Macquarie University, Australia. Setelah menyelesaikan studinya pada 2013, ia kembali ke Indonesia dan mulai mencetuskan berbagai program inovatif seperti Teras Hijau, Circular Dago, dan Circular Sukaraja. Program-program ini dirancang untuk memberdayakan masyarakat rentan sosial dan lingkungan agar mereka bisa tangguh dan memberi dampak yang berkelanjutan.
Dipercaya merancang ESG SBM ITB
Pada 2023, Melia dipercaya oleh para pendiri dan pemangku kepentingan SBM ITB untuk mendesain ide SBM ITB ESG, agar SBM ITB bisa menuju arah menjadi sekolah bisnis terdepan dan unggul dalam isu sustainability. Salah satu program yang ia kembangkan adalah SBM ITB ESG Award. Program ini dikembangkan tidak hanya untuk memberikan apresiasi kepada para inovator berkelanjutan di Indonesia, tetapi juga strategi untuk menjaring partner belajar dan berjuang untuk isu keberlanjutan.
“Saya sadar bahwa aktivitas sustainability tidak akan bisa kita lakukan tanpa kolabosi. Kita mungkin bisa belajar dari buku dan media-media lain yang semakin mudah kita akses, tapi wujud dari keberlanjutan itu serta misinya mengandung unsur kebersamaan dan keselarasan,” kata Melia.
Acara ini sukses melibatkan banyak pihak, tidak hanya di SBM tapi juga ITB dan masyarakat lebih luas. Bahkan mendorong para pelaku usaha untuk menciptakan inovasi yang berdampak besar.
“Dengan pendekatan kolaborasi ini, maka SBM juga akan mendapatkan wawasan baru yang bisa kita jadikan materi untuk mempertajam sistem pendidikan di SBM ITB. Selain itu kita juga memahami tantangan praktik lapangannya. Ini akan menjadi wawasan baru bagi kita, baik untuk riset yang akhirnya dikembangkan menjadi kurikulum, serta menciptakan program dan aktivitas unggulan untuk SBM dan mahasiswanya,” ujar Melia.
Prinsip sebagai Dosen dan Pesan kepada Mahasiswa
Sebagai dosen, Melia selalu menerapkan pendidikan berbasis eksplorasi dan keterbukaan. Ia percaya bahwa keberagaman latar belakang pengajar dapat memperluas wawasan mahasiswa.
“Dengan cara ini, mahasiswa dapat belajar toleransi dan hal-hal baru yang memberikan nilai tambah,” ujarnya.
Ia juga berpesan kepada mahasiswa untuk tidak selalu merasa tahu apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Ada takdir yang sudah disuratkan oleh tuhan.
“Jadi ketika sesuatu hal yang di luar kontrol kita terjadi, maka kita mungkin harus menurunkan ego kita, jalani dan hikmahnya akan muncul belakangan. Temukan jalur yang menghubungkan kita dengan tujuan yang sama. Karena kebahagiaan muncul saat semuanya selaras.”