Guna mewujudkan target Net Zero Emission (NZE) 2060, PT PLN (Persero) menyusun kajian mendalam bersama Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung dan LAPI ITB tentang roadmap pengembangan enjiniring pembangkit dan energi baru terbarukan (EBT). Kajian ini menyoroti berbagai tantangan dan strategi dalam transisi energi Indonesia.

“Untuk mencapai NZE 2060, kita harus memastikan bahwa ketiga aspek utama—teknologi, bisnis, dan sumber daya manusia—berjalan seiring. Namun, kenyataannya, teknologi di Indonesia masih tertinggal dibanding negara lain, sehingga transisi ini akan membutuhkan waktu,” kata Ketua Tim Kerja Kajian SBM ITB Prof. Dermawan Wibisono, dalam workshop kajian mendalam di Gedung Freeport SBM ITB, Bandung (6/2). 

Hal senada juga diungkapkan oleh Prof. Purnomo Yusgiantoro, Penasihat Khusus Presiden Bidang Energi. Ia menyoroti urgensi pencapaian target NZE mengingat emisi CO₂ dan konsumsi energi terus meningkat setiap tahunnya.

“Hingga 2023, sekitar 77% dari total pasokan energi Indonesia masih berasal dari bahan bakar fosil, dengan batu bara sebagai penyumbang terbesar. Ini menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap energi fosil masih sangat tinggi,” ungkapnya.

Didik Fauzi Dakhlan, EVP Manajemen Asset, Enjiniring dan Sistem Manajemen Terintegrasi PT PLN Persero, menekankan bahwa roadmap pengembangan enjiniring pembangkit berperan krusial dalam mendukung transisi energi. Menurut Didik, PLN memiliki komitmen kuat untuk mencapai NZE 2060. Tantangannya adalah bagaimana melakukan pergeseran dari energi fosil ke EBT dengan tetap menjaga stabilitas pasokan listrik. Menurutnya, salah satu kendala utama dalam transisi ini adalah kesiapan teknologi dan infrastruktur. 

“Saat ini, kontribusi energi terbarukan masih berkisar 11–13% dari total kebutuhan energi nasional, padahal target kita di 2025 adalah 23%. Ini menandakan bahwa kita masih jauh dari target, dan perlu mempercepat pengembangan sumber energi baru seperti tenaga surya, panas bumi, dan pembangkit listrik tenaga nuklir,” tambahnya.

Untuk itu, kata Didik, PLN tidak bisa bergerak sendiri dalam mengembangkan EBT. Penting melakukan kerja sama dengan berbagai macam institusi, khususnya institusi yang sumber daya manusianya mampu serta capable dalam mengolah EBT, seperti SBM ITB dan LAPI ITB. 

Selain tantangan teknologi, pengembangan energi terbarukan juga memiliki dampak lingkungan yang perlu diperhatikan. PLN memastikan bahwa setiap proyek energi baru akan melalui studi kelayakan (feasibility study) dan analisis dampak lingkungan. 

“Di Cirata, misalnya, pembangkit listrik tenaga air dikombinasikan dengan panel surya terapung untuk memaksimalkan efisiensi penggunaan lahan. Selain itu, sistem penyimpanan energi berbasis baterai (Battery Energy Storage System) juga diterapkan untuk menyeimbangkan pasokan listrik yang ada pada daerah terpencil,” terang Didik. “Kami memastikan bahwa teknologi yang diterapkan di setiap wilayah telah melalui survei mendalam sehingga tidak mendapat penolakan dari masyarakat dalam menciptakan serta mengolah EBT di daerah tersebut.” 

Didik menegaskan bahwa implementasi roadmap NZE akan terus dipantau melalui indikator keberhasilan yang jelas, sehingga akan tercapai misi utama dari apa yang mereka lakukan. Key Performance Indicators (KPI) tersebut harus dicapai setiap tahunnya. 

“Sebagai contoh, target bauran EBT sebesar 23% pada 2025 harus dicapai agar visi jangka panjang di 2060 tetap berada di jalurnya,” ujar Didik. 

Ia juga menekankan bahwa enjiniring memainkan peran penting dalam perencanaan dan desain infrastruktur energi baru. Menurut Didik, dalam suatu instalasi, ⅓ keberhasilan berasal dari perencanaan dan desain enjiniring, ⅓ dari konstruksi, dan ⅓ lainnya dari pemeliharaan. 

“Oleh karena itu, roadmap ini sangat penting dalam memastikan keberlanjutan transisi energi,” katanya.

Sementara itu, menurut Prof. Dermawan Wibisono, energi nuklir sangat mungkin menjadi solusi utama dalam percepatan transisi energi. Tetapi kesiapan sumber daya manusia menjadi faktor penentu. 

“Kita harus memastikan bahwa tenaga kerja Indonesia siap dari segi keahlian, attitude, dan disiplin dalam mengelola pembangkit listrik tenaga nuklir,” katanya. 

Kajian ini menegaskan bahwa transisi energi menuju NZE 2060 bukanlah tugas yang mudah, tetapi dapat dicapai melalui kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat. Dengan roadmap enjiniring yang terstruktur, PLN berharap dapat mengatasi tantangan teknologi dan infrastruktur, sekaligus membuka peluang investasi di sektor energi baru terbarukan.

Keberhasilan roadmap ini akan sangat bergantung pada sinergi antara kebijakan, inovasi teknologi, dan kesiapan sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan besar dalam sistem energi nasional. Dengan langkah yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai target Net Zero Emission 2060 dan menciptakan sistem energi yang lebih bersih, efisien, dan berkelanjutan.

Kontributor: Dio Hari Syahputra, Manajemen 2026