Susilo Bambang Yudhoyono mengapresiasi SBM ITB atas undangan serta penghargaan yang diberikan kepadanya. Sebelumnya SBM ITB memberikan penghargaan Lifetime Achievement kepada Presiden Ke-6 Republik Indonesia tersebut atas komitmen dan kontribusinya untuk terus mendorong gerakan penyelamatan bumi dan masa depan umat manusia.
Penghargaan ini diberikan bersamaan dengan perayaan HUT ke-21 SBM ITB, yang diselenggarakan di Amartha Village, Jakarta Selatan, pada Rabu (5/2). Penghargaan ini merupakan bagian dari penganugerahan Avirama Nawasena, yang dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk para penerima penghargaan, akademisi, dan tokoh masyarakat.
“Saya dengan penuh kehormatan menerima penghargaan ini,” kata SBY.
Ia menekankan bahwa kita hidup di era yang penuh tantangan, terutama terkait krisis iklim yang telah berubah menjadi ancaman serius. Menurut SBY saat ini bukan lagi sekadar perubahan iklim, melainkan krisis iklim. Untuk menghadapi tantangan besar ini, ia menyerukan perlunya kolaborasi besar-besaran dan langkah-langkah luar biasa.
“Big push, not business as usual,” ujarnya. “Kita harus bersatu, melangkah bersama, dan melakukan sesuatu untuk menyelamatkan bumi kita.”
SBY juga menyoroti peran penting ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Ia mengungkapkan ITB sebagai salah satu center of excellence di Indonesia yang telah melahirkan banyak pemimpin perubahan (game changers) dan inovator.
“ITB harus menjadi bagian untuk melahirkan game changers, champions, dan innovators,” ujarnya.
Ia berharap para inovator dapat melanjutkan pembangunan global dengan penuh prinsip-prinsip sustainability. SBY mengingatkan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.
“Kita ingin pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi tidak boleh merusak lingkungan atau memperlebar kesenjangan sosial,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa pembangunan harus membawa keadilan dan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat. SBY membagikan pengalamannya saat memimpin Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP 13) di Bali pada tahun 2007, yang menghasilkan Bali Roadmap.
“Dari Bali Roadmap, kita melangkah hingga mencapai Paris Climate Agreement pada tahun 2015,” ungkapnya. “Waktu itu MDGs (Millenium Development Goals) hampir jatuh tempat. Semua mengatakan MDGs macan ompong. Banyak yang tidak fulfilled, tidak sesuai dengan target.”
Sekjen PBB Ban Ki-moon menginisiasi pengganti MDGs dengan melibatkan 27 tokoh global. Tiga pemimpin utama adalah Perdana Menteri Inggris David Cameron (negara maju), Presiden Liberia Alan Johnson-Sirleaf (negara berkembang), dan SBY sendiri dari pasar emerging.
Mereka merumuskan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui serangkaian pertemuan di New York, London, Liberia, dan Bali. SDGs dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup global, mengatasi kemiskinan ekstrem, melindungi lingkungan, serta mempromosikan perdamaian, keadilan, dan kolaborasi teknologi. Proses finalisasi SDGs dilanjutkan melalui forum multilateral PBB di New York, Paris, dan Jenewa.
Di akhir pidato, ia mengajak semua pihak untuk menjadi bagian dari solusi dan kemajuan.
“So what we want to do is, let’s answer tantangan global itu dengan cara not only talking, tetapi by doing something. ITB, SBM ITB, memberi contoh, to do something. Yang mendapatkan penghargaan tadi, a clear example that you also doing something,” pungkasnya.
Ia berharap semangat kolaborasi dan inovasi akan terus tumbuh, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia, untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.