SBM ITB mengadakan perjalanan budaya (cultural trip) bagi mahasiswa internasional ke Desa Mekarleksana, Ciparay, Kabupaten Bandung, untuk mengenal lebih dalam pertanian dan budaya lokal (15/2). Program cultural trip ini diikuti oleh 22 mahasiswa asing yang berasal dari berbagai negara, seperti Perancis, India, Brunei, Inggris, dan Jerman. Acara ini bertujuan agar mahasiswa asing dapat mengenal serta belajar tentang budaya lokal, terutama budaya di sekitar Bandung, sebelum mereka memulai perkuliahan.

“Kami berharap mahasiswa asing bisa mendapatkan banyak insight mengenai budaya lokal dan pengalaman berharga setelah mengikuti kegiatan ini,” kata Dr. Ira Fachira, Kepala International Relations di SBM ITB.  

Setibanya di Desa Mekarleksana, para mahasiswa disambut hangat oleh Kepala Desa Jajang Suhardi. Jajang berterima kasih kepada SBM ITB karena telah mengajak mahasiswa asing untuk berkunjung ke desa mereka. 

“Kami berharap pengalaman ini dapat memberikan kesan yang mendalam bagi para mahasiswa dan sekaligus memperkenalkan potensi desa kami,” kata Jajang. 

Sesampainya di desa, mahasiswa memulai kegiatan dengan trekking di Pegunungan Mandalawangi. Mereka diberi tahu sedang berada di perbatasan Bandung Timur dan Garut, sebelum akhirnya tiba di perkebunan kopi. 

Di perkebunan kopi, para mahasiswa dikenalkan pada berbagai jenis kopi seperti Arabica, Robusta, dan Bourbon, serta diberi kesempatan untuk menanam bibit kopi mereka sendiri. Setelah itu, mahasiswa menyaksikan proses pengolahan kopi, dari gabah biji kopi yang sudah dikeringkan, lalu dipanggang selama 5–10 menit, dilanjutkan dengan menggilingnya menjadi bubuk kopi, dan akhirnya mencicipi hasil kopi segar mereka sendiri.

Kegiatan berikutnya membawa mahasiswa ke peternakan domba petarung. Mereka menyeberangi jembatan bambu kecil untuk melihat langsung cara merawat dan melatih domba, sambil mencicipi susu kopi khas daerah tersebut. 

Setelah makan siang, mahasiswa menaiki mobil bak terbuka menuju sanggar seni, melambaikan tangan kepada warga sepanjang perjalanan, dan menyaksikan pertunjukan tari Kuda Lumping yang energik dari kesenian Medal Putra Keramat.

“Kesan pertama saya terhadap desa ini adalah potensinya yang besar dalam sektor pertanian, terutama dalam budidaya kopi, cabai, dan makanan tradisional seperti keripik Kecimpring. Rasanya seperti permata tersembunyi di Bandung,” ujar Mirru, mahasiswa internasional asal Brunei Darussalam.  

Dia mengungkapkan bahwa pengalaman melihat proses penanaman dan penggilingan kopi secara langsung sangat berharga baginya. Sebab tanaman kopi jarang ditemukan di negaranya.  

“Makanan di sini enak, tapi hampir semuanya pedas, jadi saya tidak bisa mencoba semuanya,” ujar Kuiticho, mahasiswa dari Prancis.

Sementara Yassine menambahkan tidak terlalu suka nasi, tapi saya sangat menikmati perkedel. 

“Rasanya enak dan kalorinya sama seperti nasi,” ujar Yassine.

Perjalanan ini tidak hanya memberikan wawasan tentang pertanian dan budaya lokal, tetapi juga mempererat hubungan antara mahasiswa internasional dengan masyarakat setempat.

Kontributor: Dio Hari Syahputra, Manajemen 2026