“Sebelumnya, sejak kecil belum pernah terpikir untuk menjadi dosen atau guru.” Begitulah kalimat pertama yang dilontarkan Mursyid Hasan Basri, dosen pengajar di kelompok keahlian operasional dan manajemen kinerja Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) ketika menceritakan perjalanannya menjadi dosen. Bahkan ketika kuliah pun, dia tidak pernah berpikir akan menjadi dosen.
Semua berubah ketika dia menyelesaikan studi S-1 nya di jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung pada tahun 1996. Seperti kebanyakan teman seangkatannya, Mursyid mencoba untuk bekerja setelah lulus kuliah. Saat itu dia mendapatkan pekerjaan di sebuah konsultan di Jakarta. Namun, setelah empat bulan bekerja, dia merasa bahwa bekerja di kantor tidak cocok dengannya.
“Ketika bekerja, apa lagi di Jakarta, saya merasa tidak memiliki fleksibilitas. Padahal, kan, hidup kita ini tidak hanya untuk menghasilkan uang saja. Apalagi kalau sudah berkeluarga. Saya lebih senang dekat dengan keluarga dibandingkan harus berpisah,” ucap Mursyid menjelaskan alasannya memutuskan untuk pindah haluan menjadi seorang akademisi.
Saat itu tampaknya semesta mendukung keputusan Mursyid untuk menjadi seorang akademisi. Pada saat yang bersamaan, tepat setelah beliau memutuskan untuk berhenti bekerja, Institut Teknologi Bandung membuka lowongan menjadi dosen. “Kala itu syarat untuk menjadi dosen tidak sesulit sekarang, jadi ketika ada kesempatan langsung saya coba,” ucap Mursyid. Ketika melamar menjadi dosen, dia langsung melanjutkan S-2 di jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung hingga tahun 1998 dan empat tahun kemudian melanjutkan S-3 di Teknik Sosial dan Lingkungan Hiroshima University Jepang.
Latar belakang pendidikan Mursyid di Teknik Industri lah yang membuat dia tertarik menekuni bidang operasional. Terbukti, Mursyid sudah menjadi pengajar di SBM ITB sejak 2005-2021. Selain mengajar, beliau juga aktif terlibat dalam berbagai riset terutama terkait proses bisnis dan manajemen kualitas di industri kesehatan. Saat ini, dia sedang menjalankan proyek pengembangan di rumah sakit swasta di Bandung. Aspek yang menjadi fokus beliau dalam proyek tersebut adalah menurunkan durasi lama tinggal (length of stay) rawat jalan, manajemen penyimpanan obat, dan pemeliharaan peralatan medis.
Meskipun sudah menemukan renjana (passion) untuk menjadi akademisi, Mursyid merasa masih harus terus belajar dan melakukan perbaikan diri. “Tidak ada cara terbaik, yang ada selalu cara yang lebih baik. Namun, cara tersebut tidak akan terjadi kalau kita tidak menyadari kelemahan dan tidak melakukan continuous improvement. Pada prinsipnya, quality management sebagai salah satu materi dalam operations management, mengajarkan continuous improvement tersebut. Jadi, mari kita terus melakukan continuous improvement setiap harinya,” tutup Mursyid.