Disrupsi yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi mengakibatkan perubahan terus terjadi, termasuk dalam suatu organisasi. Untuk membahas tentang bagaimana cara menghadapi dan memimpin dalam perubahan tersebut, SBM ITB mengundang Direktur Bisnis Kurir & Logistik dari PT Pos Indonesia (Persero), Siti Choiriana dalam sesi Guest Lecture untuk berbagi tentang perubahan di BUMN.
“Perkembangan yang luar biasa ini menghasilkan challenge 4.0 sehingga memaksa kami (PT Pos Indonesia Persero) berbenah terutama dalam teknologi. Banyak major shift yang harus dipertimbangkan karena customer sudah sangat berbeda, teknologi sangat luar biasa, operasional sudah maju, sehingga harus dipikirkan juga tentang new competitive business model. Sudah tidak bisa lagi memakai cara-cara lama, nanti tidak mampu bersaing dan malah hilang,” ujar Siti.
Menurut Siti, ada empat tantangan utama yang dihadapi BUMN dalam era transformasi digital ini, yaitu bagaimana BUMN dapat mencetak talenta-talenta digital, menyikapi OPEX yang menjadi lebih berdampak dibandingkan COPEX, menemukan cara untuk membangun bisnis digital yang baik dalam keadaan pertumbuhan pendapatan yang tidak pasti, serta membangun agility dalam organisasi dan kepemimpinan.
Ada tujuh cara yang dilakukan Pos Indonesia untuk bertransformasi. Pertama, business transformation, yakni mengubah pola pikir dari menjadi pihak yang kalah menjadi pemenang dengan tujuan akhirnya menaikkan market share. Kedua, product and channel transformation, mengubah pola dari fisik menjadi digital dengan merilis layanan PosAja dan PosPay.
Ketiga, process transformation dengan automasi proses dan transparansi informasi melalui sistem digitalisasi. Keempat, tech transformation yang mengganti penggunaan resi karbon menjadi label pengiriman dengan kode QR yang terintegrasi dengan fitur track and trace.
Kelima, HR transformation yang mengubah talent dari resource menjadi capital. Keenam, organization transformation dan terakhir, culture transformation dengan menjadikan nilai-nilai ACHI-AKHLAK sebagai karakter.
“Orang itu tahunya Pos Indonesia hanya kurir saja, jadi hanya bicara pengiriman surat, wesel, atau surat cinta. Kami melakukan transformasi bisnis, sekarang portofolionya ada kurir, logistik, warehouse, jasa keuangan seperti PosPay, ancillary, bahkan properti. Kami memastikan semua kantor-kantor dimonetize dengan baik melalui PosBloc, sebuah area yang didesain untuk UMKM dan hangout anak muda,” kata Siti.
Selain itu, Siti juga memaparkan tentang manajemen di Pos Indonesia yang dimodelkan dalam bentuk strategi permainan sepakbola. “Kami menjalankan strategi total football dalam malaksanakan bisnis. Direktur utama sebagai penjaga gawang untuk memastikan hulu ke hilir berjalan dengan baik, dan semua fungsi terlaksanakan sehingga secara tim kami luar biasa,” kata Siti.
Dengan market size yang menyentuh angka Rp 3.200 trilliun, industri jasa kurir dan logistik masih terus bertumbuh dengan pesat. Sebagai pemain lama, Siti menyebutkan bahwa fokus Pos Indonesia adalah merebut kembali market share dengan melakukan inovasi-inovasi baru dan memastikan bisnis fit dengan industri.
“Market share kami saat ini 3%, sangat kecil, di posisi paling bawah. Kami dituntut untuk bisa lari kencang agar dapat menaikkan market share. Yang lambat akan dikalahkan yang cepat, begitupun yang besar (akan dikalahkan yang cepat). Kami berharap Pos Indonesia jadi cepat dan besar, sehingga dapat menguasai market share. Kami ingin memberikan kontribusi yang banyak dan menjadi BUMN yang membanggakan Indonesia,” tutup Siti.