Memiliki pengalaman studi maupun bekerja di luar negeri dapat memberikan banyak keuntungan, terutama saat dunia semakin global seperti sekarang. Untuk itu, SBM ITB berkolaborasi dengan IASM (Ikatan Alumni Magister & Doktor Sains Manajemen) ITB, Perhimpunan Alumni Jerman, dan SEED Center TUM, mengadakan webinar yang bertajuk “Gaji 90 Juta di Jerman: Tips & Trik Studi dan Bekerja di Jerman” pada Jumat (14/1/2022).

Webinar ini menghadirkan dua pembicara utama dengan latar belakang berbeda, yaitu Ulrich Maas, M.Sc, Spesialis Global FP&A yang tengah bekerja di Geneva, Switzerland dan Fernando Adventius, S.T., M.Sc., lulusan Master Industrial Engineering Columbia IEOR, New York, yang saat ini bekerja sebagai IT Project Officer di sebuah perusahaan pelayaran besar.

Menurut Ulrich, ada banyak alasan untuk memilih Jerman sebagai tempat studi, salah satunya yaitu karena kualitas pendidikan di Jerman tinggi dan sudah distandarisasi, namun biayanya relatif murah. Banyak juga beasiswa yang ditawarkan baik dari pemerintah Jerman maupun swasta untuk membantu agar bisa fokus kuliah tanpa harus memikirkan biaya.

Alasan lain untuk memilih Jerman menurut Ulrich adalah karena perspektif karir dan gaji yang bagus. “Perusahaan internasional yang besar mulai dari car-makers, manufacturers, high-tech, bio-tech, semua ada di Jerman. Selain itu, di Jerman juga banyak hidden champions, yaitu perusahaan medium-sized tapi world-leaders dengan layanan unik. Perusahaan-perusahaan tersebut masih family-owned dan sangat membutuhkan human resources, orang-orang pintar yang memiliki international experience,” ujar Ulrich.

Ulrich kemudian memberikan tips untuk bekerja di Jerman. Menurutnya, agak sulit untuk mendapatkan pekerjaan jika masih tinggal di Indonesia, akan lebih mudah jika menempuh pendidikan terlebih dahulu di Jerman. “Pendidikan master juga akan membuat recruiter lebih percaya kalian bisa bekerja dengan baik. Ketika kuliah, bisa coba werkstudent, yaitu kerja khusus mahasiswa sekitar 5-8 jam seminggu, atau internship. Banyak perusahaan besar seperti Mercedes Benz yang membutuhkan. Selain mendapat bayaran, ini juga memperbesar peluang untuk direkrut bekerja full-time dan mendapat posisi permanen,” kata Ulrich.

Dalam beradaptasi, Ulrich menyarankan untuk memiliki pikiran terbuka terhadap hal-hal baru. Susah tinggal di luar negeri apabila memiliki pikiran yang kaku, harus adaptasi. Tidak harus meniru semua budaya yang ada, tetapi ambil yang baik saja. Selain itu, harus bergaul dengan orang-orang lokal karena mereka bisa berbagi informasi penting.

Fernando berbagi pendapat yang sama tentang pentingnya berbaur dengan orang lokal. “Yang saya lihat, kebanyakan mahasiswa Indonesia yang tinggal di luar negeri itu hidupnya tinggal sama orang Indonesia lagi, ini tidak disarankan. Jika orientasinya kerja di luar negeri, coba tinggal sama anak lokal. Networking is very importantHang out with local people, agar paham do and don’ts di budaya lokalnya, sekaligus memperbaiki bahasa juga. Banyak tata krama, kebiasaan, dan peraturan yang tidak tertulis, namun penting untuk dijaga. Kalau kita tidak bisa bergaul dan masuk ke budaya mereka, akan sulit dapat kerjaan,” ucap dia.

Fernando juga menambahkan alasan untuk memilih Jerman sebagai tujuan studi dan kerja, yaitu karena kualitas pendidikannya dan sektor manufakturnya yang kuat. Kebanyakan mesin di dunia berasal dari Jepang dan Jerman. Belum ada yang bisa menggantikan teknologi manufaktur di Jepang dan Jerman. Selain itu, kampus Jerman betul-betul memfokuskan pendidikannya pada aspek pragmatis dan dapat diaplikasikan, kurikulumnya juga komprehensif dan dalam sehingga output lulusannya sangat kelihatan. Tidak hanya teoritis, tapi menghasilkan produk. Maka, Jerman sangat cocok dipilih untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan manufakturing.

Kontributor: Janitra Nur Aryani, Manajemen 2023