Kita perlu berbahagia bahwa ilmu menejemen mampu memberikan “efek riak” yang berdampak dalam industri kesehatan. Kebaruan yang digagas oleh Dahlia Darmayanti ini diharapkan dapat menjembatani kepentingan hidup pasien untuk berobat dan aktivitas di luar rumah sakit. Lewat judul disertasinya “Brand Value Co-Creation in Healthcare”, wanita yang juga merupakan Lecturer & Subject Content Coordinator in Universitas Bina Nusantara ini merekonstruksi ulang proses terapi penyembuhan penyakit kronis agar dapat dilakukan di luar rumah sakit.
Semua ini diawali dari perubahan paradigma dalam proses menejemen. Konsep pertukaran nilai barang dan jasa yang tadinya Good Dominan Logic to Service Dominant Logic. Perubahan ini membuat pola dari yang tadinya firm sentris menjadi customer centris. Bisa dikatakan pula, tadinya terfokus pada kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan, sekarang berubah menjadi pada pelayanan terbaik untuk memberikan yang sesuai bagi konsumen. Paradigma ini juga membuat konsumen bersikap lebih aktif dalam hal penerimaan. Melalui umpan balik dan relasi yang baik, diharapkan konsumen mendapatkan value yang maksimal dari perusahaan.
Rawat jalan menjadi hal yang sulit bagi pasien ginjal kronis dengan keterbatasan akses terhadap rumah sakit. Apalagi di Indonesia, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) ditangani secara terbatas oleh pihak profesional. Dengan tidak dekatnya pasien dengan rumah sakit, risiko kematian akan semakin tinggi bagi pasien.
Dengan adanya metode menejemen Brand Value Co-Creation dalam pengobatan, metode terapi ini bisa dilakukan secara mandiri ataupun oleh orang lain yang diperbantukan. Metode ini menjadi sangat cocok untuk orang orang yang aktif dan memiliki mobilisasi tinggi.
Faktor-faktor penentu Brand Value Co-Creation
Untuk sehat dari metode CAPD, Dahlia mengatakan bahwa terdapat banyak faktor yang membuat terapi ini menjadi maksimal. Secara Internal, diperlukan penerimaan dan pemahaman diri terhadap penyakit, pemahaman pengetahuan dan informasi penyakit, semangat pasien untuk sembuh, motivasi dan komitmen. Sementara secara eksternal, pasien memerlukan keahlian dan relasi dari dokter beserta tenaga medis, kemudahan dalam mengakses informasi dan pengetahuan, dukungan emosi dari keluarga dan lingkungan. Tidak luput faktor kepuasan, kenyamanan dan pengatuh dari teknik pengobatan pun memiliki andil dalam kesehatan pasien.
“Pasien yang memahami penyakitnya, punya tendensi untuk mengambil keuputsan untuk mengikuti prosedur terkait dan akan lebih kooperatif dalam menjalankan terapi. Serta pemberdayaan pasien dan kualitas relasi antara banyak pihak antara pasien dengan dokter, tenaga medis bahkan dengan sesama pasien adalah faktor pendukung penting. Dimana biasanya sesama pasien bisa saling berbagi pengalaman dan pengetahuan mengenai pengalaman saat terapi berjalan,” tutup lulusan Unpad dan Thunderbird School of Global Management
Untuk lebih lengkapnya, kamu bisa cek disini https://www.youtube.com/watch?v=XNYsmzuB_4I