Innovasi hari ini sangatlah cepat, masif dan merambah ke berbagai lini kehidupan kita sehari hari. Sangat berbeda dengan jaman revolusi industri beberapa dekade ke belakang. Terutama dengan adanya blockchain dan mata uang crypto, hidup kita kedepan tidak akan lagi sama. Lalu, bagaimana cara menanggapi innovasi yang sudah di depan mata seperti ini? Apakah kita sudah siap untuk menghadapi semua perubahan yang akan terjadi?

Untuk itulah SBM ITB berkolaborasi bersama Boston University mengadakan perkuliahan virtual oleh Director, Finance Programs and Chair, Administrative Sciences Department Metropolitan College, Boston University, Professor Irena Vodenska, Ph. D., CFA, Rabu (20/4/2022).

Mata uang crypto dan blockchain hari ini sedang ramai dibicarakan di berbagai seminar, pertemuan, ruang kelas, podcast, youtube dan lainnya. Jual beli bitcoin bertumbuh hingga US$ 30-40 ribu hari ini dan pernah menyentuh di angka tertinggi di kisaran US$ 60 ribu. Padahal semuanya bermula dari angka 1 sen per satu bitcoin. Dengan besarannya potensi ini, tidak jarang banyak usaha rintisan yang mengusung blockchain sebagai inti dari usaha mereka.

Mata uang crypto pada dasarnya adalah mata uang dalam bentuk digital. Mata uang tersebut ditulis menggunakan seperangkat angka dalam blok-blok yang diciptakan oleh algoritma dan terdesentralisasi dalam multi komputer. Sebagai bagian dari Digital Ledger Technology (DLT), garis besar yang menggambarkan mata uang crypto adalah distributedanonymoustime stampedunanimousimmutablesecure and programable.

Penerapan Teknologi Blockchain Di Berbagai Negara

Setiap negara punya pertimbangannya masing-masing dalam pengadopsian teknologi blockchain. Di Amerika, kesadaran untuk menggunakan mata uang crypto sudah terbangun sejak 2013. Hal tersebut didasarkan atas pemahaman dan perlakuan bitcoin yang sudah dianggap sama seperti sebuah properti. Sedangkan di Australia, mereka sedang melakukan adopsi terhadap teknologi transaksi bitcoin dan cryptocurrencies dengan rentang waktu penerapan 2 tahun

Switzerland adalah salah satu negara yang menjadi rumah dari perusahaan top blockchain di dunia. Bahkan Switzerland bisa disebut sebagai “CryptoValley” yang serupa dengan Silicon Valley di Amerika. Di sini mereka menawarkan platform yang sangat kuat untuk peningkatan pertumbuhan ekosistem cryptocurrencies global. Mulai infrastruktur yang mumpuni, talenta kerja kelas dunia dan lain sebagainya. Selain itu, akses terhadap pemerintahan yang ramah crypto lewat penerimaan pembayaran pajak dengan cryptocurrencies dan sistem pemilihan berbasis blockchain.

Jepang adalah pemimpin dari penerapan cryptocurrencies dalam sistem hukum negaranya. Jepang juga memiliki jumlah trader bitcoin terbesar dengan akumulasi total transaksi mencapai 40% transaksi bitcoin dunia di Q4 tahun 2017

China menerima teknologi terkait dengan tangan terbuka. Mulai dari sisi swasta, saat ini China merupakan rumah bagi berbagai usaha rintisan berbasis blockchain. Dari sisi perbankan, terdapat konsorsium yang menyatakan akan maju dan mendalami blockchain. Terakhir dari sisi pemerintah, mereka secara aktif mendukung top cryptocurrency dan smart contact platform.

Di Indonesia, komunitas crypto terus bertumbuh dari waktu ke waktu. Changpeng Zao, pendiri Binance ini mengatakan optimisti Indonesia akan menjadi pemimpin sentral ekosistem crypto dan blockchain di Asia Tenggara. Walaupun belum semua memiliki opini yang sama, tetapi banyak proyek yang sudah mengadopsi teknologi ini.

Blockchain Dalam Berbagai Bidang Kehidupan

Inovasi blockchain pada dasarnya bisa diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan. Bisa diterapkan dalam identitas digital, rekaman, keamanan, jual beli produk keuangan, sharing economy, perekaman data finansial, perumahan, pencatatan sertifikat tanah, rantai pasok, asuransi, clinical trails hingga cancer research.

Salah satu contoh nyata dari penerapan blockchain adalah sharing economy.  Blockchain dapat mengeliminir orang penengah serta mempersatukan dan menghubungkan antara pembeli dengan berbagai penjual secara langsung.

“Saat kita mencoba membeli sesuatu atau mencari jasa untuk berpergian ke luar tentunya kita mencari satu platform untuk menyewa, untuk berpergian kita memerlukan kendaraan berbasis online serta beragam platform pendukung lainnya. Dengan konsep sharing economy yang berbasis block chain, kita hanya memerlukan satu platform yang dapat dipergunakan untuk semua hal yang kita perlukan,” tutur Professor Irena Vodenska.

Data finansial atau perbankan pun dibuat ringkas. Saat kita sudah sudah memasukkan data lewat satu bank, kita tidak perlu memasukkannya lagi pada saat kita datang ke bank yang lain. Kita tinggal konfirmasi data pada bank tersebut. Data ini bisa diakses oleh banyak pihak dan hampir semua perusahaan.

“Dengan adanya record management, kita bisa lebih merasa aman, percaya diri, tidak terganggu, memiliki dan mendapatkan data yang akurat serta manfaat-manfaat lainnya,” tutur Professor Irena Vodenska.

Initial Coin Offering (ICO)

Initial Coin Offering (ICO) adalah cara baru untuk mendapatkan modal kerja. Serupa dengan Penawaran Publik Perdana (IPO) yang umum dilakukan, hanya saja perbedaannya adalah dari bentuknya yang tersimpan dalam mata uang crypto. Biasanya umum dilakukan bagi perusahaan-perusahaan rintisan yang terasosiasikan dengan matauang crypto atau blockchain.

ICO dan cwordfunding ini bisa dikatakan serupa karena pada dasarnya mereka sama sama mencari investor yang mau mendukung suatu projek, gerakan atau produk yang memiliki potensi keuntungan dari hasil investasi yang mereka simpan.

Bentuk dari penggalangan dana ICO adalah mata uang crypto dalam blockchain. Hal ini dapat dipersamakan dengan selembar saham yang dimiliki oleh perusahaan sebagai jaminan kepemilikan investasi yang telah disimpan.

Opportunity And Challenges

Berawal dari ‘Kesepakatan Paris 2015’, 195 negara yang merepresentasikan 90% aktivitas ekonomi global setuju untuk menurunkan temperature global. Hal ini berimplikasi pada berbagai bidang tidak terkecuali pada sector keuangan. Dimana aksi dan investasi yang berjalan lebih mengedepankan pada pertumbuhan yang bersih dan mendukung lingkungan dan social. Lalu, bagaimana caranya agar investasi yang kita tanamkan dapat secara etik berdampak pada hal tersebut?

Professor Irena Vodenska menuturkan bahwa kita harus evaluasi dan investigasi terhadap produk investasi yang akan kita pilih. Dengan tidak memilih perusahaan yang bergerak di industry minuman beralkohol, perjudian, uji coba terhadap hewan, tenaga nuklir, bahan bakar fosil, pekerja anak dan lain sebagainya, berarti kita sudah mendukung kelangsungan berbagai makhluk hidup di bumi. Baik apabila kita menanamkan modal kita pada produk investasi yang memang memiliki dampak lingkungan dan social yang positif.

“Hal ini sepele, namun pada dasarnya, dengan kita menaruh modal di tempat yang merusak lingkungan dan social, dapat diartikan bahwa kit aini turut mengambil andil dalam peningkatan suhu global, polusi, kepunahan ragam hayati, berbagai ketimpangan social hingga dampak pada Kesehatan kita dan generasi selanjutnya di masa yang akan datang,” tutup Professor Irena Vodenska.

Jangan mau ketinggalan! Subscribe dan nyalakan notifikasi dari Youtube Channel SBM ITB untuk berita keren selanjutnya!

Link penyerta https://www.youtube.com/watch?v=dt4C20pNiFg

Kontributor: Erwin Josua, EMBA 2021