Kondisi bumi kita kian hari makin tidak terprediksi. Banjir, gempa, tsunami dan bencana alam lain bermunculan silih berganti. Belum lagi iklim yang berubah dengan cepat hingga menyebabkan terjadinya gagal panen, kekeringan, cairnya salju di gunung, melelehnya gunung es dan lain sebagainya. Lalu bagaimana konsep pembangunan berkelanjutan bisa diterapkan agar dapat memberikan dampak baik bagi manusia? Untuk itulah, ITB mengadakan kuliah tamu dan kuliah kolaborasi FMIPA-SBM-SITH yang mengundang direktur IBEKA, Tri Mumpuni, untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai SDGs dalam kompleksitas.
Sebagai pemberdaya listrik dan air di lebih dari 60 lokasi terpencil di Indonesia yang mendapat penghargaan Ashden Awards 2012, Tri menjelaskan akar permasalahan yang terjadi dalam sistem pendidikan yang berbasis kompetisi.
“Sebenarnya yang kita kejar adalah kesejateraan bersama, tetapi karena kita itu selalu dididik untuk selalu bertarung dan berkompetisi, kita terus berfikir untuk merebut dan menguasai, bukan mengolah dan berbagi. Lama kelamaan, bukan manusia saja yang terzolimi, tetapi lingkugnan dan alam pun ditaklukan tanpa memahami bahwa suatu hari nanti mungkin akan merusak masa depan,” tutur Tri
Dalam pemaparannya, Tri pun memberikan wejangan bahwa hidup ini merupakan perjalanan spiritual. Hidup ini adalah transformasi jiwa, dimana hidup itu tidak hanya sekedar mencari harta, tetapi juga berbuat manfaat bagi banyak orang. Dengan empati dan semagnat kolaborasi, pemberdayaan sumber daya setempat bisa mensejahterakan dan menjadi inklusi lokal bagi masyarakat sekitar.
Pembangunan di Nusa Tenggara Barat
Pembangunan itu tidak terlepas dari pengukuran. Perencanaan hingga pelaksanaan pembangunan dan proses hingga menjadi sistem yang mandiri perlu adanya pengukuran.
Untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. IBEKA memilih penduduk lokal dan disekolahkan untuk berkontribusi kepada masyarakat dan memastikan invetasi pembangunan yang dilakukan berjalan sebagaimana mestinya. Selain itu, IBEKA juga terus mendukung masyarakat dengan memberikan akses pintu jaringan yang diperlukan.
Sebagai contohnnya, sekarang IBEKA bisa membangun desa di Nusa Tenggara Barat. Desa yang tadinya tandus,kemudian dibangun pintu masuk. Lalu, IBEKA juga membuat infrastruktur dan fasilitas penunjang. Setelah semua fasilitas mendukung terbangun, IBEKA merevitalisasi tanah-tanah gersang hingga akhirnya bisa memberikan kehidupan bagi lingkungan, baik itu tumbuhan, hewan maupun manusia dan kehidupan sosialnya.
Di akhir pertemuan, Tri pun menuturkan mengenai mitigasi risiko yang mungkin terjadi dalam proses pemberdayaan daerah dan masyarakat.
“Bahwa tiap ada aktifitas itu pasti akan ada risiko. Maka dari itu harus mengelola risiko itu bersama. Dengan semangat kolaborasi, kita mengajak banyak pihak untuk terlibat. Dan yang paling utama adalah komunikasi dengan rakyat, agar pengelolaan suatu sumber daya dan proyek pengembangan daerah bisa berjalan sesuai dengan rencana,” tutup Tri.