Jika berbicara mengenai kepemimpinan dan resolusi konflik, Sabam Hutajulu adalah ahlinya. Sebelum memulai karier sebagai CEO, Sabam lulus dari Universitas Indonesia dengan IPK 2,19 dan bekerja sebagai auditor. Setelah beberapa tahun berkarier, Sabam berhasil dipercaya untuk menjabat sebagai CEO di beberapa perusahaan karena kemampuan leadership dan penyelesaian masalahnya. Maka dari itu, mata kuliah Psikologi dan Perilaku Organisasi mengundang Sabam sebagai dosen tamu untuk berbagi mengenai pengalaman-pengalaman menakjubkannya, Selasa (12/7/2022).
Menurut Sabam, resolusi konflik terikat dengan sangat erat dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, konflik itu sendiri sangat dibutuhkan untuk memperkaya diri kita. Dengan adanya konflik, kita dapat menggali lebih lanjut kemampuan penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan kita.
Di kelas kali ini, Sabam menyampaikan materinya dalam bentuk beberapa kasus. Salah satunya adalah saat beliau mengutip sebuah pepatah dari Turki, “ikan busuk dari kepalanya.” Pepatah ini mengimplikasikan peran yang dimiliki kepemimpinan dalam kesuksesan atau kenelangsaan sebuah perusahaan atau organisasi. Dia mengatakan bahwa ada satu bandit dalam sebuah perusahaan, akan mudah untuk langsung memecatnya. Namun, berbeda jika ada beberapa bandit. Lebih parah lagi jika sang pemimpinlah yang merupakan seorang bandit, layaknya pepatah di atas, keseluruhan perusahaan akan otomatis berada di ambang eliminasi.
“Tugas pertama seorang pemimpin adalah dia sudah harus selesai dengan dirinya,” kata Sabam.
Sabam melanjutkan, sebagai pemimpin, semuanya bukan tentang dirinya sendiri, melainkan tentang orang lain. Terutama dalam konteks konflik, pemimpin perlu memenuhi kepentingan orang lain. Jika proses pemenuhan kebutuhan internal dan klien sudah terpenuhi, 60% dari konflik pun juga terselesaikan.
Walaupun kuliah ini dilaksanakan secara hybrid, pelaksanaannya tetap terasa hidup dikarenakan antusiasme para mahasiswa yang tidak berhenti bertanya dan menjabarkan pengalaman-pengalaman mereka saat berhadapan dengan konflik di dalam sebuah tim. Salah satu pertanyaan menarik saat itu dilontarkan oleh Vasya.
Vasya bertanya jikalau ada sebuah konflik yang terjadi di sebuah perusahaan, apa yang dapat ia lakukan apabila ia merupakan seorang karyawan baru. Sebagai karyawan baru, ia tidak memiliki kekuatan, ditambah lagi apabila atasan-atasannya pun terlibat langsung di dalam konflik tersebut. Sabam menjawab bahwa pola pikir kita yang kerap mengatakan kalau kita tak punya kekuatanlah yang perlu dikesampingan. Apabila Vasya mengetahui bahwa konflik itu benar adanya, dia tetap harus mencoba dengan mencari informasi dan mengidentifikasikan masalahnya meskipun orang lain mungkin melihatnya sebagai karyawan baru yang arogan.
Untuk mengakhiri sesi kuliah hari itu, Sabam membuat pernyataan penutup yang berisikan kalau kita semua perlu mempertahankan konflik positif. Dengan memecahkan masalah, kita juga menyelesaikan konflik dalam waktu yang bersamaan. Dia juga memberikan pesan bahwa kita semua perlu menjadi seorang pemimpin yang bisa menyelesaikan masalah agar generasi selanjutnya dapat terus berkembang.
Kontributor: Puteri Tricahya Utami, Manajemen 2024