“Manajemen bukanlah tentang mengelola kertas, bukan pula tentang mengelola komputer. Manajemen adalah tentang mengelola manusia dan perilaku mereka.” — Bambang Rudito-
Dr. Bambang Rudito, M.Si. lebih suka dipanggil dengan inisial, Pak BR. Dia seorang antropolog yang mengajar di Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung. Orangnya rendah hati tapi punya kemampuan luar biasa dalam pembelajaran dan pengembangan masyarakat.
Pak BR sempat mengembangkan tradisi yang cukup terkenal di kalangan mahasiswa master administrasi bisnis (MBA). Ia selalu meminta seluruh mahasiswanya untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya sebelum sidang tugas akhir dimulai. Sayang tradisi itu sudah tak jalan sejak beberapa tahun belakang.
Di tengah waktunya yang padat, Tim Marketing and Communications SBM ITB beruntung bisa mewawancarai Pak BR. Antropolog itu bercerita dari awal, bagaimana dia bisa mengajar di sekolah bisnis.
Awal Karier
Setelah menerima gelar sarjananya, Bambang mulanya berkarir di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Dia terlalu tertarik pada hutan.
Selama menjadi pegawai di KLHK, Bambang mengunjungi berbagai macam daerah di Indonesia. Di institusi itu, Bambang menjadi penilai penghargaan Kalpataru dan Adipura (penghargaan untuk pelestarian lingkungan hidup). Tahun 2010 beliau memberikan model social mapping untuk seluruh pertambangan di indonesia.
Bambang akhirnya sadar kalau ia tidak cocok menjadi seroang PNS. Ia memutuskan, kalau ia ingin melakukan sesuatu, dia harus memiliki kendali penuh atas tindakannya.
Bambang pindah profesi, mengajar di Universitas Andalas, Sumatera Barat. Di sana, ia merupakan satu-satunya dosen tetap di Antropologi, sehingga ia harus mengajar hingga 8 mata kuliah. Ia juga mendapat tawaran berbagai macam riset dan beasiswa.
Ia bahkan pernah pergi ke Mentawai untuk melakukan riset etnografis dengan beberapa rekannya. Ia menikmati tiap detiknya dan melihat itu sebagai karunia dari Tuhan.
Mengajar di SBM ITB
Selama menjadi pegawai di KLHK, Bambang rupanya sempat berkenalan dengan Prof. Surna Tjahja Djadjadiningrat, atau yang akrab disapa Prof. Naya. Saat itu, Bambang masih mengejar gelar doktor dan mengajar sebagai asisten dosen di Universitas Indonesia. Setelah mendirikan SBM ITB, Prof. Naya mengajak Bambang untuk bergabung di Institut Teknologi Bandung.
Bambang memulai kariernya di ITB pada tahun 2003 dengan mengajar Etika Bisnis untuk mahasiswa MBA. Hal itu tentunya mengundang rasa penasaran orang-orang atas hadirnya seorang antropolog sebagai dosen di sekolah bisnis. Bambang berkata, “Manajemen bukanlah tentang mengelola kertas, bukan pula tentang mengelola komputer. Manajemen adalah tentang mengelola manusia dan perilaku mereka.”
Bambang percaya bahwa melakukan hal yang kita sukai dapat membantu kita menikmati hidup sepenuhnya. Ia telah berhasil membuktikannya dengan membangun model pemetaan sosial untuk industri pertambangan di Indonesia pada tahun 2010 dan ditunjuk sebagai Program Director Program MSM dan DSM dari 2015 hingga 2018. Meskipun begitu, ia tetap mengajar beberapa mata kuliah, aktif melakukan penelitian, dan tetap bisa meluangkan waktu untuk keluarga yang dicintainya.
Ada pesan ringkas dari Pak BR dalam menyambut hari kemerdekaan Indonesia. “Ketika berbicara tentang nasionalisme, pikirkanlah orang tua kalian.” Pesan ini cocok bagi generasi muda.