Kemajuan teknologi telah memungkinkan bisnis dapat menciptakan inovasi untuk mengungguli pasar dan menghasilkan profit, seperti digitalisasi bank atau penggunaan teknologi informasi dalam akuntansi. Namun, menurut laporan Pricewaterhouse Cooper (PWC) pada 2019, bahkan di era digital ini, teknologi bukanlah pendorong nilai bisnis berikutnya, melainkan Net Working Capital (NWC) alias modal kerja bersih (aset dikurangi utang).
Dr. Moch. Doddy Ariefianto, SE., MSE., Asisten Profesor dari Binus University, membahas pandangan ini dalam sesi kuliah tamu pada Rabu, 5/10/2022. Doddy menjelaskan, secara akuntansi, Net Working Capital (NWC) terdiri dari kas, piutang, dan inventaris dikurangi dengan utang atau kewajiban lancar lainnya. Ini menunjukkan sumber daya perusahaan yang “macet”.
Artinya, mereka hanya duduk di gudang sebagai inventaris atau masih dipegang pembeli sebagai piutang. Jika kita menempatkan NWC terlalu rendah, itu bisa menempatkan perusahaan pada risiko likuiditas. Namun jika NWC terlalu tinggi, maka perusahaan tersebut tidak efisien.
Oleh karena itu, kita perlu menemukan level yang tepat. Untuk menciptakan nilai dari NWC, inventaris adalah tantangan terbesar, diikuti oleh piutang dan aset likuid (kas).
“Jadilah efisien dengan inventaris Anda. Inventaris yang lebih besar berarti Anda harus membayar lebih banyak biaya penyimpanan untuk gudang, peralatan, dan bahkan CCTV. Jadi Anda harus tahu jumlah yang tepat dan kapan harus memesan. Itu bisa diestimasi dengan waktu pengiriman dan tingkat persediaan minimum,” Doddy menjelaskan. “Salah satu cara yang bisa digunakan adalah inventarisasi Just In Time dengan model economic order quantity (EOQ).”
Menurut Doddy, langkah utama meningkatkan NWC adalah dengan membangun fondasi data. Semakin banyak data yang Anda miliki, semakin banyak alat yang dapat Anda gunakan.
“Anda bahkan dapat menerapkan analitik data tingkat lanjut. Tingkatkan kinerja bisnis Anda dan terus gali peluang inovasi,” kata Doddy.