SBM ITB menyelenggarakan International Virtual Course 2022 dengan tema Empowerment of Community Toward Circular Economy Through Collaboration pada Kamis (1/12). Puluhan peserta mendapatkan materi terkait pembangunan desa berkelanjutan (Sustainable Development Goals) oleh Yayasan Wisnu di Auditorium Labtek XIX Gedung PT Freeport Indonesia, Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), Bandung.

Yayasan Wisnu yang saat ini diketuai oleh Made Denik Puriati berdiri sejak tahun 1993. Yayasan Wisnu beroperasi di 7 wilayah kerja di Bali, antara lain Buleleng, Bangli, Karangasem, Jembrana, Tabanan, Klungkung dan Badung. Yayasan Wisnu juga memberikan kajian dan pendampingan masyarakat di daerah lain di Indonesia, diantaranya Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Pasuruan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Kehadiran Yayasan Wisnu dilatarbelakangi oleh tantangan pariwisata dalam mengelola sampah plastik, yang programnya kemudian disebut Piramida Plastik. Salah satu kegiatan dari program tersebut ialah pengelolaan sampah plastik menjadi batu bata. Pada tahun 1999 hingga sekarang, Yayasan Wisnu memfokuskan pada pengelolaan Sumber Daya Masyarakat (SDK) sebagai upaya menuju Desa Hebat.

Pedoman Yayasan Wisnu untuk program SDGs Desa adalah Tahap Laku, yang diawali dengan Penelitian dan Pemetaan untuk mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan elemen fisik dan sosial di masyarakat. Pada tahap penelitian dan pemetaan, terdapat kewenangan pengelolaan bagi pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya.

Tahap kedua adalah Pengelolaan Sumber Daya, dimulai dari pemberdayaan dan pengembangan usaha masyarakat serta perencanaan pembangunan di desa. Terakhir, tahap ketiga adalah tahap Dokumentasi. Dokumentasi dapat dilakukan melalui buku, video, dan media lainnya.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) Desa adalah sebagai perwujudan dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pada UU tersebut terdapat 7 kriteria menuju Desa Hebat (Great Village), yaitu tangguh, lestari, sehat, pintar, makmur, maju, dan demokratis.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) Desa berfokus pada 18 indikator yang dikategorikan menjadi empat pilar acuan SDGs Desa. Pilar 1 adalah sosial, yang meliputi desa tanpa kemiskinan; desa tanpa kelaparan; desa sehat dan sejahtera; pendidikan desa berkualitas; dan keterlibatan perempuan desa. Indikator kelima diwujudkan melalui melibatkan perempuan dalam perencanaan dan implementasi pembangunan desa, untuk mencapai kesetaraan. 

Pilar kedua adalah ekonomi. Pilar ini meliputi desa berenergi bersih dan terbarukan; pertumbuhan ekonomi desa yang merata; infrastruktur dan Inovasi desa sesuai kebutuhan; desa tanpa kesenjangan; kemitraan untuk pembangunan desa. Pilar ini diwujudkan melalui Jaringan Ekowisata Desa (JED) sejak tahun 2002. 

Pilar ketiga adalah lingkungan. Pilar ini meliputi desa layak air bersih dan sanitasi; kawasan pemukiman desa aman dan nyaman; konsumsi dan produksi desa sadar lingkungan; desa tanggap perubahan iklim; desa peduli lingkungan laut; desa peduli lingkungan darat. 

Pilar keempat adalah hukum dan tata kelola. Pilar ini terdiri desa damai derkeadilan; kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif. 

“Ada tiga hal yang biasanya kami lakukan dalam mewujudkan indikator terakhir ini yakni partisipasi tokoh agama dalam kegiatan pembangunan desa, melestarikan kegiatan tolong-menolong dan gotong royong, juga pelestarian budaya desa,” ujar Denik. 

Peran dari berbagai pihak diperlukan demi mewujudkan optimalisasi pengelolaan sumber daya komunitas, termasuk turis. Turis dapat berkontribusi pada masyarakat untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) Desa dengan ikut menerapkan 4 pilar yang ada.  

Terakhir, dokumentasi ikut berperan penting selain mewujudkan empat pilar SDGs Desa. 

“Dokumentasi penting dilakukan sebagai catatan-catatan dalam melindungi bagian dari yang dimiliki oleh masyarakat, salah satunya budaya”, tambah Denik. 

Kontributor: Talitha Noveasara D, MBA YP 67A