Ketika dihadapkan pada pilihan penting dan rumit, proses pengambilan keputusan strategis bisa menjadi lebih kompleks, seringkali menimbulkan tekanan dan kebingungan. Ketika setiap keputusan dianggap penting, institusi atau lembaga harus memeriksa berbagai variabel, yang memiliki bobot relevansi berbeda.
Radityo Prabowo, CEO of DJE Holdings Indonesia (Edelman Indonesia and Zeno Group Indonesia), memberikan analogi dan contoh berdasarkan skenario bagaimana mengambil keputusan di dunia nyata, saat mengisi kuliah tamu Decision Making and Strategic Negotiation (12/9). Radityo melibatkan mahasiswa untuk berpartisipasi aktif mengenai kasus kompleks terkait tantangan bisnis.
Mahasiswa dibagi dalam kelompok untuk memilih satu perusahaan, kemudian mengkategorikan masalah yang ada dari prioritas rendah ke prioritas tinggi. Ia juga menampilkan sebuah gambar di mana terdapat beragam persoalan yang dalam satu waktu dan tempat. Sementara itu, mahasiswa diminta untuk mengungkapkan pemikirannya mengenai hal tersebut.
“Pengambilan keputusan memerlukan kemampuan untuk memprioritaskan tantangan secara efektif. Sudut pandang yang berbeda bukan suatu masalah, karena hal tersebut dapat memperkaya proses pengambilan keputusan,” jelasnya.
Meski proses pengambilan keputusan cukup rumit, ia berbagi kepada mahasiswa untuk menggunakan kerangka dasar pengambilan keputusan yang efektif. Yang pertama adalah menciptakan tujuan atau sasaran, dilanjutkan dengan mengembangkan alternatif tindakan, mengevaluasi pilihan, memilih alternatif terbaik, dan melanjutkan pengambilan keputusan, serta melaksanakan keputusan itu sendiri.
Sebagai pakar komunikasi dengan pengalaman 20 tahun di media penyiaran, lembaga komunikasi, industri, dan pemerintahan, ia menggarisbawahi pentingnya pemikiran yang berfokus pada nilai daripada sekadar mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah. Individu dan organisasi dapat menangani permasalahan dengan lebih mudah jika mereka memahami nilai-nilai yang akan diterapkan pada keputusan. Prinsip tersebut dapat bersifat pribadi, mencerminkan keyakinan individu, atau mungkin sesuai dengan prinsip-prinsip dasar suatu perusahaan.
Radityo juga membahas keterkaitan pengambilan keputusan dan negosiasi. Dalam dunia nyata, seorang pengambil keputusan akan selalu menghadapi kompleksitas, dan hal ini akan semakin besar jika ia berhadapan dengan dua pihak atau lebih. Dalam hal ini, Alternatif Terbaik Perjanjian Negosiasi atau BATNA, akan menjadi pilihan paling menguntungkan yang tersedia bagi pihak yang bernegosiasi jika negosiasi gagal dan kesepakatan tidak dapat dicapai. Selain itu, ada ZOPA (Zona Kemungkinan Kesepakatan) yaitu rentang dalam suatu negosiasi di mana dua pihak atau lebih dapat menemukan kesamaan.
Salah satu mahasiswa menanyakan apakah para pemimpin perusahaan secara konsisten menggunakan alat-alat pengambilan keputusan, mengingat jumlahnya sangat banyak.
“Sayangnya, tidak selalu,” jawab Radityo. “Tetapi inilah manfaat utama dari penggunaannya.”
Pertama, karena ini sudah terbukti secara ilmiah, kita dapat menghemat waktu untuk hal-hal yang kurang penting. Kedua, hal ini akan mempertemukan semua pihak terkait dalam proses pengambilan keputusan dalam satu kesepakatan.
Koordinator kelas, Santi Novani, S. T, M. T, Ph. D, berharap kelas tamu ini dapat membantu mahasiswa dalam mengembangkan pola pikir, menggunakan sistem 1 atau 2 dalam proses pengambilan keputusan.