Banyak kota yang tidak dapat bertahan atau sulit berkembang setelah diterpa badai COVID -19 dan pengaruh perang Rusia-Ukraina. Namun berbeda dengan Kota Samarinda di Kalimantan Timur.
Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Samarinda meningkat dari Rp 380 miliar pada tahun-tahun sebelumnya menjadi Rp 770 miliar pada 2022. Pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga meningkat dari Rp 2,2 triliun menjadi Rp 4,9 triliun rupiah.
Menurut Walikota Samarinda, Dr. H. Andi Harun, S.T., S.H., M.Si., peningkatan tersebut merupakan efek dari diterapkannya transformasi digital di Kota Samarinda. Selain peningkatan pendapatan, keuntungan lainnya dari penerapan transformasi digital adalah pelayanan publik yang semakin transparan, akuntabel, cepat, efektif, dan efisien.
Hal itu membuat Dedy Sushandoyo, Ph.D., dosen SBM ITB, tertarik meneliti apa yang terjadi terhadap Kota Samarinda. Dedy kini mengetuai tim peneliti tersebut.
Tim peneliti telah mengumpulkan data awal pada 25-27 September 2023 lalu dengan mewawancarai pada aktor-aktor kunci yang terlibat dalam penerapan transformasi digital di Kota Samarinda. Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda Suparmin, SE,M.Eng., menyambut baik dan memfasilitasi penelitian ini dengan mengumpulkan dan mengkoordinasikan para narasumber di lingkungan Pemerintah Kota Samarinda.
Narasumber mencakup Walikota Samarinda, Kepala dan Sekretaris Badan Perencanaan, Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Samarinda, Kepala Bidang dan staf Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Samarinda, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Samarinda. Lurah Sungai Keledang, sebagian bagian dari instansi pemerintah yang berhubungan langsung dengan masyarakat, juga turut diwawancarai. Pengambilan data lanjutan direncanakan akan dilakukan di pertengahan Oktober 2023.
Penelitian ini berjudul “Making Public Organisation Agile through Digital Transformation” (Mewujudkan Organisasi Publik yang Cepat dan Fleksibel melalui Transformasi Digital) yang dilakukan bersama Hari Febriansyah, Ph.D., Adita Pritasari, ST, MSM., dan Crista Fialdila Suryanto, ST, MSM., selaku anggota tim penelitian. Penelitian ini didanai oleh LPPM ITB melalui Kelompok Keahlian Manajemen Manusia dan Pengetahuan SBM ITB. Hasil penelitian rencananya akan diterbitkan dalam artikel jurnal bereputasi, bagian (bab) buku, dan rekomendasi untuk Kota Samarinda.
Walikota Samarinda berharap ada kolaborasi lebih antara SBM ITB dengan Pemerintah Kota Samarinda di masa depan, baik berupa pelatihan, sertifikasi, hingga konsultasi mengenai berbagai isu manajemen tata kelola pemerintahan. Sebelumnya menurut Andi Harun, transformasi digital tidak hanya tentang tata kelola pemerintahannya saja. Transformasi digital haruslah dapat dipahami dan dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Itulah mengapa Pemerintah Kota Samarinda meluncurkan Super App, sebuah aplikasi terintegrasi yang memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi langsung dengan pemerintah. Walikota juga menambahkan bahwa motivasi saja tidak cukup untuk dapat menerapkan transformasi digital, dibutuhkan komitmen dari pimpinan daerah, konsistensi, dan pengaturan alokasi sumber daya yang tepat.
Menilik kebelakang, transformasi digital di Kota Samarinda dimulai ketika Kota Samarinda terpilih menjadi salah satu kota yang berkesempatan untuk mendapatkan bimbingan teknis penyusunan master plan smart city dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada 2017. Smart city dianggap menjadi pintu masuk penerapan transformasi digital di daerah.
Sejak itu, peningkatan terus dilakukan dan sejauh ini Kota Samarinda menunjukkan perubahan yang signifikan. Salah satu dampak yang sangat terlihat dari transformasi digital ini adalah proses urusan pemerintahan yang lebih gesit dan lincah.
Linda Holbeche dalam bukunya berjudul The Agile Organization mendefinisikan agility sebagai kapasitas untuk bergerak dengan cepat, fleksibel, dan dengan meyakinkan. Penelitian mengenai agility ini biasanya ditujukan untuk organisasi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, seperti perusahaan.
Transformasi digital dianggap sebagai salah satu faktor yang menyebabkan sebuah perusahaan dapat bergerak dengan cepat, fleksibel, dan meyakinkan (agile). Namun apakah transformasi digital juga dapat memberikan dampak yang serupa untuk perusahaan nonprofit seperti organisasi pemerintah? Seperti diketahui, organisasi pemerintah dikenal sangat birokratis dan sangat diatur sehingga terkesan kaku. Tim peneliti SBM ITB berharap dapat menemukan jawabannya, bagaimana sebuah transformasi digital dapat mengubah organsiasi pemerintah seperti Kota Samarinda menjadi lincah seperti swasta.