Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence – A.I) telah menciptakan perubahan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam industri fintech syariah. Menyikapi fenomena tersebut, Center for Islamic Business SBM ITB menyelenggarakan seminar yang menghadirkan Christos Alexakis, Associate Professor from the Department of Finance and Accounting Rennes School of Business, dan Rama Yurindra, Bendahara Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), 5/10.
Indonesia saat ini memegang posisi yang sangat kuat dalam peringkat fintech syariah global. Menurut 2022 Global Islamic Fintech Report oleh Dinar Standard, Indonesia berada di peringkat ketiga dalam Global Islamic Financial Technology Index, tepat di belakang Malaysia dan Arab Saudi.
Rama Yurindra menyoroti bahwa walaupun Indonesia memiliki peringkat global yang tinggi, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam kebutuhan akan edukasi nasabah dan identifikasi talent berkualitas. Menanggapi tantangan tersebut, AFSI telah menjalin program kemitraan dengan universitas-universitas di seluruh Indonesia. Melalui kolaborasi ini, AFSI memiliki target untuk meningkatkan literasi keuangan di Indonesia.
Sementara itu, Christos Alexakis memberikan gambaran mengenai tren terkini fintech syariah. Tren terbaru dalam fintech syariah adalah integrasi A.I ke dalam industry.
Salah satu penerapan A.I terkini di sektor fintech syariah adalah pelaporan environmental, social, and governance (ESG). Penyatuan prinsip-prinsip syariah dan ESG didorong oleh standar etika yang sama.
Keuangan syariah memiliki prinsip “no-harm”, memastikan bahwa transaksi bisnis tidak menimbulkan kerugian bagi pihak mana pun yang terlibat. Demikian pula ESG yang memiliki prinsip meminimalkan dampak negatif bisnis terhadap masyarakat dan lingkungan.
Masalahnya kepatuhan dan pelaporan ESG memiliki biaya yang tinggi. ESGenius, sebuah platform AI yang dirancang untuk memudahkan pelaporan ESG, menawarkan solusi berupa pembuatan laporan gratis bagi UMKM yang bernama “ESG Readiness Rating”. Rating ini dihitung melalui kuesioner yang didasarkan kepada standar global yang ditetapkan oleh organisasi seperti Global Reporting Initiative dan Sustainability Accounting Standards Board. Penerapan AI lainnya dalam fintech syariah adalah pembuatan insight bagi pelanggan.
“Generative A.I memungkinkan mengembalikan makna ke dalam angka,” jelas Christos.
Ia menjelaskan peran Generative A.I dalam konteks robo-advisor. Penasihat keuangan A.I ini menghasilkan rekomendasi investasi kepada nasabah dengan menganalisa data keuangan seperti riwayat transaksi, profil risiko, dan volume investasi.
Di seluruh sektor jasa keuangan, menjaga konsistensi, terutama dalam hal kualitas pegawai, masih menjadi tantangan. Quality-control A.I yang telah dilatih dapat mengatasi tantangan ini dengan memastikan pemberian layanan terstandarisasi dan memberikan panduan real-time kepada customer service representative selama interaksi dengan nasabah.
Contoh quality-control A.I s adalah chatbot layanan pelanggan yang menangani tugas rutin yang memerlukan otoritas rendah, sehingga customer service representative dapat fokus pada keluhan nasabah yang lebih kompleks. Oleh karena itu, pengaruh A.I terhadap industri keuangan diperkirakan akan semakin meluas dan memberikan manfaat yang semakin besar bagi masyarakat.
“Kita baru saja mencapai titik awal pemahaman bagaimana A.I mengubah segalanya di bidang keuangan,” tandas Christos.