Penilaian keuangan sebuah bisnis selalu menjadi topik perdebatan di kalangan analis keuangan. Meski menggunakan data yang sama, analis keuangan yang berbeda dapat menghasilkan penilaian perusahaan yang berbeda pula. Asumsi yang tidak seragam dan tingkat optimisme yang bervariasi menyebabkan hasil perhitungan nilai perusahaan jadi berbeda.
Walaupun seorang analis memiliki pendekatan ilmiah dalam valuasi perusahaan, respon pasar yang merupakan pendorong utama penilaian perusahaan tetap tidak bisa ditebak.
“Teori pasti terbatas, dunia nyata pasti berbeda,” kata Parahita Irawan, Pendiri @investasijalanan, saat mengisi kuliah tamu di MBA ITB Bandung pada hari Selasa (27/2).
Dalam kesempatan tersebut, Parahita menjelaskan teori dan praktik mengenai valuasi korporasi kepada para mahasiswa. Menurut Parahita, meskipun nilai akhir perusahaan dipengaruhi banyak faktor eksternal, nilai ini dapat ditingkatkan dengan manajemen modal dan inisiasi inovasi bisnis. Sebagai pedoman umum, perusahaan harus selalu berusaha untuk menjaga Return on Invested Capital (ROICC) agar lebih tinggi dari Weighted Average Cost of Capital (WACC).
Menurut Parahita, keputusan manajemen umumnya terdiri dari tiga jenis utama: investasi, pembiayaan, dan operasional. Keputusan investasi dan pembiayaan yang tepat akan menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dan biaya modal yang lebih rendah.
Mengutip Alfred Rappaport ekonom asal Amerika Serikat, Parahita menjelaskan, bagaimana mempertahankan aset yang memaksimalkan nilai perusahaan, walaupun mengorbankan pendapatan jangka pendek, dapat meningkatkan nilai pasar perusahaan dan menunjukkan ke pemegang saham bahwa perusahaan mengelola modal dengan strategis.
Keputusan operasional, di sisi lain, memerlukan sejumlah inovasi di dalam sistem. Parahita mengambil contoh kasus pada PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA), produsen keramik terbesar ke-9 di dunia. Industri keramik dianggap sebagai industri yang sedang surut, karena keramik mudah digantikan oleh bahan lain.
Melihat sedikitnya peluang untuk ekspansi pasar dan meningkatkan penjualan, ARNA mengalihkan fokus ke efisiensi untuk meningkatkan keuntungan. Dengan menerapkan inovasi dalam lima sektor, yaitu lingkungan, energi, produk, teknologi, dan sumber daya manusia, ARNA berhasil menghemat miliaran rupiah biaya operasional. Dari tahun 2019 dan 2023, penjualan ARNA hanya tumbuh 3%, tetapi laba bersihnya tumbuh 20%.
Parahita menutup kuliah dengan pesan untuk selalu memprioritaskan nilai jangka panjang daripada pertumbuhan jangka pendek.
“Sambil memetik low-hanging fruit, jangan lupa bikin tangga untuk ngambil buah yang lebih tinggi.” simpulnya.