Dinamika dunia bisnis menuntut pemimpin perusahaan untuk antisipatif terhadap berbagai kemungkinan di masa depan. Untuk itu, Ping Yowargana, Senior Research Scholar di International Institute for Applied System Analysis (IIASA), dalam kuliah tamunya pada Jumat (19/4), menekankan pentingnya perencanaan skenario sebagai strategi bisnis jangka panjang kepada mahasiswa MBA Sekolah Bisnis Manajemen ITB. Tujuannya, agar bisnis tidak hanya bertahan tapi juga berkembang dan berkelanjutan.
Yogawarna mencontohkan ketidakpastian bisnis dalam isu perubahan iklim. Menurut Yowargana, ketidakpastian kebijakan kapasitas global dan emisi net-zero dapat berdampak signifikan pada mayoritas bisnis di Indonesia.
“Kita dihadapkan pada dua pilihan: berkomitmen pada emisi net-zero dengan dekarbonisasi atau menghadapi risiko keterasingan dari komunitas internasional dan tekanan ekonomi,” jelasnya.
Konsep emergent practice, yang meliputi tahapan ‘probe-sense-respond’, menjadi kunci adaptasi terhadap berbagai kemungkinan yang kompleks, baik yang kita ketahui ataupun tidak. Proses ini, menurut Yogawarna, melatih kita untuk responsif dan fleksibel dalam menghadapi permasalahan.
Perencanaan skenario terstruktur sendiri menurut Yogawarna punya lima fase, yakni orientasi, eksplorasi, Sintesis, aksi, dan pemantauan. Fase awal mengharuskan identifikasi masalah dan pendorong utama, sambil menilai dampak dan ketidakpastian yang ada. Selanjutnya, kita harus bergerak dan mengevaluasi untuk memastikan solusi tetap relevan dan bertujuan.
Yowargana menekankan, tujuan perencanaan skenario bukanlah memilah skenario masa depan yang paling tepat, melainkan mengembangkan pendekatan adaptif agar bisnis tetap bertahan dalam berbagai kondisi, sambil menyusun visi jangka panjang untuk stabilitas di masa mendatang. Ia menutup kuliah dengan pesan motivasi.
“Kitalah (para pebisnis) bagian dari Indonesia. Daripada terhambat oleh ketidakpastian, saatnya kita menjadi penggerak pengaruh strategis untuk masa depan Indonesia yang lebih cerah,” ujar Yogawarna.