Tiga profesor sistem informatika dari Jepang, Prof. Manabu Ichikawa dari Shibaura Institute of Technology, Prof. Tadahiko Murata dari Osaka University, dan Prof. Shingo Takahashi dari Waseda University turut memperkaya ilmu peserta International Conference in Management on Emerging Markets (ICMEM) 2024. ICMEM 2024 diselenggarakan di The Patra Hotel, Bali pada 28 dan 29 Agustus 2024.

Prof. Takao Terano, Ketua Pacific-Asian Association for Agent-based Approach in Social Systems Sciences (PAAA) memperkenalkan agent-based modeling kepada para peserta konferensi pada sesi workshop pertama dalam rangkaian ICMEM 2024, bertajuk “The Latest Approach of Agent-Based Social Simulation Approach from AESCS”

Agent-based modeling (ABS) adalah alat untuk mensimulasikan sebuah bentuk interaksi antarpembuat keputusan dalam masyarakat. Di dalam simulasi ini, tiap pembuat keputusan memiliki karakteristik dan peran tersendiri, dan harus mengikuti beberapa aturan yang telah ditetapkan programer atau peneliti. Hasil dari simulasi ini adalah konsekuensi dari interaksi yang dimodelkan, baik konsekuensi positif maupun negatif. 

Prof. Tadahiko Murata menjelaskan bahwa data yang digunakan dalam ABS adalah data buatan bernama synthetic population data (SPD). SPD adalah sekumpulan data sintetik yang mencerminkan karakteristik populasi di dunia nyata. Prof. Murata melanjutkan, data survei dan penelitian dari populasi di dunia nyata dikumpulkan dan dikonversi untuk menghasilkan pion-pion virtual dalam superkomputer. SPD memungkinkan peneliti membuat simulasi yang akurat tanpa ada risiko pelanggaran privasi data saat hasil penelitian dipublikasikan, karena tiap pion dalam simulasi bukanlah manusia asli.

“Ini seperti memainkan SimCity [gim simulasi tata letak perkotaan],” ungkap Prof. Manabu Ichikawa dalam sesinya. Saat ini, Shibaura Institute of Technology memiliki Digital Twin Japan Platform (D2J) yang berfokus kepada penelitian-penelitian untuk mengaplikasikan ABS dalam kehidupan nyata, terutama dalam kebijakan publik.

Salah satu kebijakan publik yang menjadi fokus adalah kebijakan tata kota. Contohnya dalam suatu kota, ada warga yang tinggal di dekat dan jauh dari fasilitas medis, sehingga ada perbedaan waktu dalam kemampuan mendapat pertolongan tim medis saat terjadi sebuah keadaan darurat seperti serangan jantung. Tata kota juga menentukan di mana, kapan, dan bagaimana sebuah penyakit, seperti COVID-19, menular. 

Di masa lalu, seorang peneliti harus membuat suatu dataset secara manual untuk mendefinisikan relasi keluarga, relasi pekerjaan, dan relasi pergerakan antaraktor di dalam kota untuk memahami bagaimana COVID-19 menyebar. Dengan social simulation dalam D2J, langkah-langkah ini dapat dilakukan dengan lebih cepat. 

“Sangat mungkin untuk membuat D2I, Digital Twin Indonesia Platform, jika peneliti dan pemerintah Indonesia tertarik,” ujar Prof. Ichikawa.

Rekomendasi kebijakan publik yang dihasilkan harus disetujui oleh pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah dan perwakilan rakyat. Kadang, pembuat kebijakan tidak bisa memahami secara penuh proses dan hasil dari simulasi ABS. “Kami melibatkan pemangku kepentingan melalui gamifikasi,” jelas Prof. Shingo Takahashi. Pemangku kepentingan diajak mereka ulang simulasi melalui permainan melalui gamifikasi dari agent-based modeling (GAM).

Setelah bermain peran yang mencerminkan proses simulasi sosial, para pemangku kepentingan dapat melihat bahwa konsekuensi atau hasil permainan mereka mirip dengan hasil simulasi. Dengan pemahaman yang lebih dalam dan validasi hasil gamifikasi, rekomendasi dari simulasi akan lebih mudah diterima dan diterapkan dalam kebijakan publik.

Dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat, simulasi sosial dapat memodelkan interaksi dalam masyarakat dengan lebih akurat. Pemerintah, akademisi, dan industri dapat menggunakan metode ini untuk membuat keputusan dan rekomendasi yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan lebih baik.

Kontributor: Muhammad Lauda, MBA YP 69