Ada perbedaan mendasar antara otak manusia dan kecerdasan buatan (AI). Otak manusia, dengan 86 miliar neuron dan 100 triliun parameter, mampu dengan mudah mengenali pola, mengontrol tindakan, dan memiliki kesadaran. Sebaliknya, mesin atau AI hanya dapat mengikuti program yang dirancang oleh manusia dan tidak memiliki kesadaran.
Misalnya, ChatGPT hanya mengulang kata dan struktur kalimat yang dipelajarinya tanpa pemahaman mendalam. Namun, meskipun memiliki keterbatasan, potensi penggunaan AI dalam bisnis sangat besar. Tantangannya adalah dibutuhk kinerja komputasi yang tinggi, memori yang lebih besar, dan daya yang lebih banyak untuk mengoperasikan AI dalam bisnis, sehingga membuatnya kurang efisien dibandingkan dengan otak manusia.
Demikian disampaikan oleh Dr. Saiful Hidajat, M.T., Vice President of Business Performance Management PT Telkom Indonesia, saat memberikan Guest Lecture kepada mahasiswa MBA ITB (11/8). Ahli dalam manajemen strategis, inovasi, dan transformasi digital tersebut membahas topik penting tentang “Understanding AI’s Potential in Business”.
Menurut analisis McKinsey, kata Saiful, hampir semua pekerjaan saat ini memiliki aspek yang dapat diotomatisasi oleh AI. Tetapi sangat sedikit yang dapat sepenuhnya digantikan.
AI justru berpotensi meningkatkan lapangan pekerjaan dengan mengotomatisasi tugas-tugas membosankan dan repetitif. Sehingga pekerja dapat fokus pada aspek yang lebih kreatif dari pekerjaan mereka, seperti menggunakan prompt untuk menghasilkan kode perangkat lunak yang kompleks.
Dengan situasi seperti itu, Saifu berharap mahasiswa dapat lebih siap menghadapi tantangan dan peluang yang ditawarkan oleh AI dalam dunia bisnis. Tidak serta-merta AI akan menggantikan peran manusia. Justru manusia akan lebih dibutuhkan di peran-peran yang lebih substantif dan bukan repetitif.